Sambutan Indah di Awal Umurku yang ke-22: Perjalanan Menuju Negeri Cokelat


Beberapa dari kita pernah ada yang semasa kecilnya berkata "Kapal, minta duit!". Ya, saya adalah salah satunya. 😆 Di umur yang ke-22, saya tidak menyangka bahwa saya akan merasakan naik pesawat untuk pertama kalinya. Seperti yang sudah saya jelaskan di artikel sebelumnya, Seminggu sebelum ke Eropa: Jakarta untuk Pertama Kalinya, saya memang benar-benar orang yang kurang berpengalaman dalam hal traveling. Pada waktu itu, saya sempat bertanya kepada Mr. Nanak apakah saya akan diantar oleh seseorang ke sana atau tidak. Jawaban dari beliau kurang lebih mendorong saya bahwa saya jangan terlalu khawatir nanti juga akan belajar sendiri dan kata-kata yang saya ingat dari beliau, yaitu "I also did it by myself at that time", intinya saya tidak diantar oleh siapapun ke sana. Di sini, saya semakin tidak ragu lagi karena jika orang lain mampu melakukan, saya juga dapat melakukannya. Segala ketakutan kecil apapun itu yang datang ke dalam pikiran, saya sudah tidak mempedulikannya lagi karena takdir apapun itu sudah ada yang mengatur yang penting saya sedang berjuang dalam hal yang positif. Berikut cerita singkat perjalanan saya menuju negeri yang terkenal dengan coklatnya, yakni Belgia.


See you again, Indonesia! (2019)

Dari CGK Menuju IST Airport

Berada di sebuah bandara internasional untuk pertama kalinya merupakan hal yang benar-benar pertama kali untuk saya. Rasa yang campur aduk dari sedih, bingung, sampai bahagia saya rasakan semuanya di sini. Lebih lanjut, perasaan saya tersebut sangat tercerminkan pada apa yang saya lakukan pada waktu itu. Pertama, ketika saya melakukan check-in, saya diantar oleh Kak Cleo dan Bu Dewi, tetapi ketika menghadap petugas di sana sendiri, saya sedikit degdegan karena takut ada kesalahan. Di sisi lain, saya berpikir ini akan menjadi pengalaman berharga agar terbiasa jika di waktu yang akan nanti berhadapan dengan hal seperti ini lagi. Selanjutnya, saya menuju gate pesawat CGK - IST, saya berpamitan terlebih dahulu tentunya dengan Kak Cleo dan Bu Dewi. Pada momen ini, rasa sedih sekaligus bahagia bercampur di mana saya sedih karena saya harus meninggalkan orang-orang baik di Indonesia untuk beberapa bulan, sementara rasa terharu dan bahagia muncul karena saya pada akhirnya akan berangkat ke luar dari negeri ini untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Sungguh momen yang benar-benar tidak terlupakan, impian yang terkubur dalam selama ini akhirnya muncul juga karena saya sudah berjuang terus menggalinya dengan kesabaran.


Menu In-flight Meals dan Minuman Turkish Airlines


Singkat waktu, jam penerbangan pesawat CGK - IST akan segera berangkat dan saya melihat orang lain juga sudah mulai menuju pesawat, saya juga mengikuti mereka pada waktu itu dan menunjukkan tiket penerbangan saya kepada petugas di sana. Kemudian, saya diizinkan untuk masuk menuju pesawat. Saya baru sadar bahwa saya masuk ke Pesawat Turkish Airlines dan orang-orang yang pramugari-pramugara di sana ternyata orang Turki semuanya, I mean mereka cakep-cakep semuanya. 😂 Di samping itu, beberapa dari penumpang juga ada orang luar yang mungkin sudah berlibur di Indonesia. Banyak sekali hal lucu ketika saya sedang berada di dalam pesawat. Pertama, saya duduk di seat orang lain karena ingin dekat dengan jendela. 😂 Tidak lama kemudian, orangnya datang dan berbicara ke pramugari/pramugara di sana bahwa seat-nya sudah saya duduki, akhirnya, saya diusir secara halus. 😆 Kejadian lucu selanjutnya, pada saat dibagi in-flight meals, saya sangat antusias sekali karena menu makanannya khas Turki, tetapi ketika saya mencoba beberapa makanannya, saya merasakan bahwa itu bukan makanan sama sekali karena rasanya benar-benar aneh. Yups, intinya lidah saya tidak cocok dengan makanan tersebut. 😆 Terakhir, saya merasa beruntung karena tidak merasakan sakit perut dan ingin buang air besar karena ketika saya masuk ke Lavatory untuk buang air kecil, rasanya tidak nyaman sekali untuk buang air besar menurut saya pribadi. 😂


Di dalam Pesawat Turkish Airlines


Selama di dalam pesawat, saya tidak diam saja, saya melakukan beberapa aktivitas. Mendengarkan playlist lagu-lagu yang tersedia di pesawat tersebut. Selain itu, saya juga menonton beberapa movies yang belum sempat saya tonton. Pada waktu itu, gemerlap cahaya lampu-lampu di langit Turki malam hari sudah dapat saya lihat dan tidak lupa, saya ingin mengabadikan momen itu juga dengan mengambil beberapa foto. Aktivitas tersebut memang cukup ampuh sebagai time killer, tetapi lama kelamaan saya merasa bosan dan pada akhirnya saya mengobrol dengan seorang ibu yang mana beliau akan pergi ke Swedia, beliau berkunjung ke Indonesia hanya untuk mengunjungi keluarganya di Sukabumi. Beliau sangat baik kepada saya, pada waktu itu juga, ketika saya sedikit kebingungan masalah penggunaan lavatory dan pada saat sampai transit di Bandara Instanbul, beliau menemani saya juga menunjukkan gate flight saya karena beliau sudah tahu bahwa ini memang merupakan pengalaman pertama kali saya.


Teman Ngobrol dari Egypt selama di Instanbul Airport

Transit di Instanbul Airport

Tidak terasa akhirnya saya sudah berada di tanah Turki. Yang paling menariknya, walaupun hanya transit di bandara saja, negara ini menjadi tanah luar negeri yang pertama kali saya injak dan semakin membuat saya jatuh cinta pada dunia traveling. Di sini, orang-orang sudah benar-benar dari ras mana saja sampai saya sempat berkenalan dengan satu orang dari Mesir. Sambil menunggu, kami mengobrol sambil menikmati Turkish coffee. Setelah mengobrol dengan kenalan saya tersebut, tidak terasa, pesawat IST - BRU akan segera take off, saya berpamitan, lalu langsung menuju gate pesawat tersebut. Sesudah sampai di gate, saya menunggu sambil menikmati pemandangan Istanbul Airport di pagi hari. Di sini, saya kembali merenung dan masih merasa tidak menyangka bahwa saya bisa berjalan sejauh ini. Dalam hati, saya berkata "Ini Turki, Yad. Ini bukan tanah air lagi. Kok bisa kamu melakukannya ya?". Tidak lama kemudian, seperti biasanya, petugas mulai memberitahukan bahwa pengecekan tiket sudah dapat dimulai. Kemudian, saya mulai mengantri dan masuk ke pesawat selanjutnya dan bersiap-siap melihat langit Belgia sebentar lagi.


Setelah Tiba di Brussels Airport, Dijemput oleh Karen

Selanjutnya, IST ke Brussels

Seperti sebelumnya, pesawat yang sama dan juga in-flight meals yang sama, tetapi yang menariknya adalah sekarang saya lebih leluasa karena di pesawat tujuan IST - BRU ini banyak seat yang masih kosong. Tentunya, saya dapat pindah ke seat yang masih kosong. Saya menuju seat kosong lainnya dan akhirnya duduk di seat dekat jendela. Di sini, saya melihat dapat melihat pemandangan Brussels dari atas sangat indah sekali. Ketika pesawat akan landing, saya benar-benar masih tidak percaya bahwa akhirnya saya dapat melakukan dan menginjak tanah yang terkenal dengan coklatnya ini. Ketika saya sampai di bandara, saya dan penumpang lainnya diperiksa passport terlebih dahulu dan seterusnya, saya dapat lanjut mengambil barang saya di bagasi sesuai dengan nomor yang telah tercantum di boarding pass. Setelah saya mengambil barang saya, kemudian saya menuju keluar dan di sana banyak sekali orang yang menjemput teman ataupun keluarganya termasuk saya yang sudah disambut oleh Karen. Saya kemudian pergi ke apartemen yang sudah disediakan oleh PA Europe.


Dari cerita perjalanan saya di atas, banyak sekali pelajaran berharga yang mengubah cara pandang saya terhadap hidup saya. Berikut saya refleksikan beberapa pelajaran besar yang sudah saya temukan.


Pemandangan Brussels dari atas

Jangan Remehkan Impian Masa Kecil Kita

Mungkin terdengar lucu ketika kita sempat menyebut-nyebut "Kapal, hayang ngilu" yang artinya "Pesawat, pengen ikut" ketika waktu kecil. Di balik ucapan tersebut ternyata sebuah do'a jika disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Alasan saya menulis pelajaran ini sebagai poin refleksi terpenting karena selama perjalanan dari Indonesia ke Belgia ini dipenuhi dengan rasa tidak percaya, bersyukur, dan bahagia sekali. Pada dasarnya, saya tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam pikiran bahwa saya akan dapat pergi ke luar negeri saat saya kuliah. Namun, takdir yang sudah tercatat di Lauhul Mahfudz-Nya tidak dapat saya tolak lagi kebenarannya. Karena masih belum percaya, saya selalu bertanya-tanya kepada diri sendiri "Why me? Do I deserve it?". Memang hal tersebut kurang baik, tetapi karena bertanya-tanya demikian, saya juga mulai berpikir bahwa inilah kun fayakun Allah dari usaha keras yang sudah saya lakukan selama ini. Beberapa orang yang dekat dengan saya dulu bahkan pernah berkata "melambung jauh" ketika saya menyebutkan bahwa saya akan ke luar negeri suatu saat. Namun, hal tersebut tidak membuat saya malah meremehkan diri saya sendiri, justru membuat saya semakin semangat untuk menggapai impian tersebut. Saya yakin hal tersebut akan terjadi suatu saat dan ternyata saya bisa melakukannya di tahun 2019 ini. Sungguh, janganlah meremehkan diri kita sendiri, suatu saat akan ada kesempatan untuk kita bersinar. Semuanya hanya masalah waktu dan ambil kesempatan yang datang menghampiri dengan bijak.


Swafoto Pertama Kali di dalam Pesawat

Bersyukur atas Lelah yang Terbayarkan pada Akhirnya

Berikutnya, pelajaran yang saya dapat, yaitu rasa syukur yang semakin tinggi. Bagaimana tidak, diberikan kesempatan untuk menimba ilmu untuk beberapa bulan ke luar negeri dan dalam hal biaya, saya tidak mengeluarkan uang pribadi sepeser pun alias fully funded. Jadi, tinggal semangat belajarnya saya. Sebenarnya, di samping rasa syukur, tercapainya impian ini juga membuat saya lebih yakin untuk ke depannya bahwa saya tidak perlu khawatir lagi dengan rasa lelah bekerja atau belajar yang saya rasakan sekarang karena suatu hari nanti akan menjadi modal untuk saya menjelajahi dunia. Saya pernah mendengar wejangan orang tua dan guru-guru saya "Mun geus boga elmu mah moal hariwang, moal beurat mamawa" yang artinya "Kalo sudah punya ilmu gak bakal khawatir dan gak bakal berat untuk dibawa juga". Wejangan tersebut memang benar adanya, saya merasakannya sendiri, ketika saya sudah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan selama kuliah, saya tidak perlu khawatir lagi masalah ketinggalan secara kemampuan. Kemampuan-kemampuan ini juga saya gunakan saat mengikuti seleksi Mashudi Awards 2019 pada waktu itu. Jadi, mulai dari sekarang, rasa lelah yang kalian rasakan, selama kalian terus konsisten maju, kalian akan mencapai dan menikmatinya suatu hari nanti. Kuncinya, kita harus selalu bersyukur karena bagaimanapun sulitnya hidup kita, akan menjadi sebuah cerita yang unik dan menjadi pelajaran besar untuk dibagikan kepada orang-orang di sekitar kita yang sedang berada di situasi yang pernah kita alami.


Menuju Apartemen Bersama Karen

Seberapa Gelap pun Masa Lalu, Kita Masih Berhak Berhasil

Dahulu, saya pernah berada di situasi yang benar-benar membuat stres dan depresi karena orang-orang yang kurang suportif terhadap apa yang saya impikan. Lambat laun, saya sadar bahwa menceritakan mimpi-mimpi kita kepada orang yang tidak suportif dan bahkan destruktif benar-benar percuma. Dari sini, saya mulai menggambarkan peta konsep impian saya dan bagaimana cara mencapainya. Sederhananya, di poin ini, yang saya pelajari adalah cari orang tepat untuk berbicara tentang harapan-harapan kalian ke depannya ingin bagaimana. Pada waktu itu, saya berbicara tentang impian-impian saya ini kepada salah satu guru di sekolah saya, beliau sangat merespon positif sekali bahkan memberikan solusi-solusinya. Contohnya, ketika saya berbicara bahwa saya ingin melanjutkan kuliah, tetapi saya tidak memiliki biaya yang cukup, apakah masih mungkin untuk dapat kuliah? Beliau memberikan solusi yang actionable yang mana merekomendasikan saya untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dengan mendaftar Bidikmisi terlebih dahulu. Saya bahkan dapat mengatakan bahwa beliau merupakan orang yang menjadi jembatan untuk saya dapat berkuliah. Tidak lama kemudian, pada waktu itu, beliau juga dikirim ke beberapa negara di Eropa untuk pentas seni dari kampusnya dan saya pernah dikirimkan sebuah catatan dari sana yang mana sangat memotivasi saya untuk lebih semangat belajar supaya dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Pada akhirnya, tahun 2019 menjadi pengalaman pertama saya dapat mengikuti jejak beliau, yakni ke luar negeri.


Notes 1 dari Bapakke, di Paris (2016)

Notes 2 dari Bapakke, di Amsterdam (2016)


Di artikel ini memang yang saya ceritakan hanyalah sekedar perjalanan dari Indonesia ke Belgia. Namun, selama perjalanan saya mendapatkan berbagai inspirasi dan pelajaran. Dapat saya bilang, saya tidak merasa capek atau bahkan terkena jet lag seperti yang terjadi pada beberapa orang. Bahkan, ketika saya tiba di apartemen, Karen menawarkan apakah ingin istirahat langsung atau pergi ke kantor untuk mengenal lingkungan perkantoran supaya besok lebih siap untuk bekerja. Saya menjawab bahwa ide yang bagus untuk pergi ke kantor terlebih dahulu dan pulangnya pun saya memilih pergi bersama Domenico berjalan kaki dari kantor sampai ke Apartemen yang mana lumayan melelahkan. Setelah sampai di Apartemen, saya baru dapat istirahat dengan nyenyak dan bersiap untuk bangun di pagi hari di langit Eropa untuk pertama kalinya. See you di artikel selanjutnya. 😊

No comments:

Post a Comment

Pages