Cerita Menjadi Mahasiswa Semester Pertama di UNSIL


Halo teman-teman Caravel, saya berharap kalian tidak bosan dengan postingan saya. Di sini, tujuan saya menulis adalah untuk menuliskan pengalaman pribadi sekaligus berbagi dengan teman-teman. Melalui tulisan ini, saya dapat merefleksikan peristiwa-peristiwa di masa lalu dan menghidupkan kembali semangat saya dengan cara mengekspresikan perasaan dan pengalaman pada waktu itu. Bahkan, ada momen-momen spesifik yang tak terlupakan sampai sekarang. Lebih lanjut, saya akan menceritakan bagaimana akhirnya saya berhasil menjadi seorang mahasiswa setelah mengalami satu tahun kegagalan dalam SBMPTN. Saat ini, saya berhasil lulus SBMPTN dan diterima di salah satu universitas di Tasikmalaya.


Kelompok OMBUS Universitas

Percaya Tidak Percaya, OMBUS!

Salah satu hal yang tertanam dalam pikiran saya ketika saya pertama kali masuk UNSIL adalah orientasi mahasiswa baru universitas Siliwangi (OMBUS). Setelah menghabiskan 1 tahun dengan gap year dengan segala dramanya, akhirnya saya bisa memasuki lingkungan akademik impian saya. Bahkan pada saat itu, saya tidak percaya pada diri saya sendiri karena akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di salah satu universitas negeri ini. Pada waktu itu, saya merasa sangat berterima kasih kepada negara saya karena memberikan saya kesempatan untuk menimba ilmu dan memperbaiki keadaan keluarga saya. Di sini, saya menyadari bahwa sebagai anak tunggal, saya memiliki tantangan unik tersendiri di mana keluarga menaruh harapan besar pada saya. Tentunya, mereka bersyukur saya akhirnya bisa masuk ke perguruan tinggi negeri melalui jalur Bidikmisi atau KIP kuliah saat ini disebutnya.


Singkat cerita, pada hari pertama Ombus, saya dengan semangatnya bertemu dengan teman-teman baru mulai dari tingkat universitas, fakultas, sampai jurusan. Rasa lelah selama satu minggu tersebut tidak main-main, namun ada kesan tersendiri yang masih saya ingat hingga saat ini. Saya dan teman-teman berburu peralatan yang dibutuhkan untuk mengikuti orientasi, bahkan sampai larut malam kami masih mempersiapkan peralatan tersebut.


Duduk di antara sekitar 2000 mahasiswa baru, saya merasa terkesan melihat mereka yang siap membawa perubahan lebih baik untuk bangsa Indonesia. Di sini, saya mulai berpikir bahwa inilah waktunya saya untuk memaksimalkan segala kesempatan yang saya miliki dan menantang diri menuju level yang lebih tinggi.


Orientasi OMBUS terdiri dari tiga tahap, yaitu tingkat universitas, fakultas, dan jurusan. Bagi saya, tahap orientasi di tingkat jurusan sangat berkesan karena saya dapat bertemu dengan teman-teman dan dosen-dosen saya untuk pertama kalinya. Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa saya akan bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah. Saat ini, saya menulis artikel ini dengan senyum dan rasa haru, seolah-olah ada keajaiban yang membantu saya, yaitu bantuan dari Allah. Saya selalu bertanya pada diri sendiri, 'Bagaimana saya bisa berada di sini? Masuk UNSIL? Skenario hidup saya terlihat sangat random sekali'. Seolah-olah saya mencoba keberuntungan saya untuk keduan kalinya setelah sebelumnya gagal masuk universitas ini. Meskipun harapan masuk perguruan tinggi tidak terlalu tinggi, saya tetap terdorong untuk mencoba jalur SBMPTN yang gratis. Pada akhirnya, saya diterima dan sekarang menikmati kehidupan mahasiswa serta mengikuti orientasi di perguruan tinggi untuk pertama kalinya.


Beberapa Anak-anak Kelas B

Kebebasan Berekspresi di EDSA Festival

Setelah beberapa bulan berlalu, salah satu acara yang telah menjadi tradisi tahunan di jurusan pendidikan bahasa Inggris, yaitu EDSA Festival, kembali digelar. Setiap kelas diminta untuk mengirim perwakilannya dalam technical meeting di mana setiap kelas harus merencanakan aktivitas dan pertunjukan yang akan mereka tampilkan dalam acara tersebut. Singkat cerita, acara yang dinantikan pun tiba, dan sekali lagi, di tengah keramaian, saya merenung dengan penuh rasa syukur atas semua kesulitan yang saya alami tahun sebelumnya, yang akhirnya terbayar dengan senyuman di momen ini bersama teman-teman lainnya.


Seringkali saya mengingat tahun 2016 sebagai waktu di mana saya benar-benar dihadapkan dengan kesulitan dan disadarkan akan kesalahan-kesalahan yang saya buat karena kurangnya persiapan yang matang untuk menghadapi kehidupan setelah SMK. Merasakan momen ini di tahun 2017, begitu nikmat dan penuh kesyukuran, saya dengan semangat menampilkan dan mengekspresikan kebahagiaan saya dan membagikannya ke teman-teman saya semuanya. Meskipun pandangan saya tentang kehidupan sekarang jauh berbeda, terutama saat EDSA Festival di semester pertama, namun rangkaian event ini memberikan keunikan tersendiri dalam hidup saya.


Beberapa minggu sebelum event ini, saya dan teman-teman sekelas berbagi tugas dan peran masing-masing dalam acara ini, sampai-sampai saya harus menginap di rumah teman saya untuk mempersiapkan penampilan kami. Di sini, saya melihat sebuah perspektif baru. Ketika saya mengira bahwa teman saya berada dalam situasi finansial yang sama seperti saya, namun ketika saya berkunjung ke rumahnya, saya menyadari betapa beruntungnya mereka hidup dengan dukungan finansial yang lebih dari cukup. Bahkan, teman saya itu membayar uang kuliahnya sebesar lebih dari 3 juta. Saya membayangkan jika saya harus membayar uang kuliah sebesar itu, saya tidak akan mungkin bisa melanjutkan kuliah. Kemudian, saya semakin merasa bahwa saya setara dengan mereka, tetapi dengan cara yang berbeda. Dan di sinilah saya percaya pada waktu itu, Allah sudah menempatkan masing-masing dari kita sesuai dengan porsinya dengan kelebihan dan tantangannya yang unik.


Momen kecil seperti ini sangatlah bermakna dan menjadi pembelajaran besar bagi saya dan mungkin juga untuk teman-teman Caravel lainnya. Kejengkelan yang terjadi di masa lalu tidak ingin saya ulangi kembali, dan saya harus belajar untuk menjadi lebih kuat. Saya harus merasakan betapa menyedihkannya berada di posisi tersebut, seakan-akan saya seperti seekor burung yang terkurung dalam sangkar yang menuntut haknya untuk mencari kebebasan menjelajah dunia yang luas ini dan mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut.


Kuliah Perdana 2017/2018 Mahasiswa Baru UNSIL

Semangat Akademik

Tidak hanya itu, hal lain yang saya rasakan di semester pertama ini adalah semangat akademik yang begitu tinggi. Seperti yang sudah saya sebutkan, saya mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Bidikmisi, yang membuat saya harus menjaga nilai dan berkuliah dengan sungguh-sungguh. Selain itu, jika saya berkuliah asal-asalan, saya akan kembali ke masa lalu, terutama tahun 2016. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi saya untuk berkuliah secara sembarangan, saya harus benar-benar serius dengan kesempatan emas ini demi memperbaiki kehidupan saya ke depannya. Pada akhir semester, saya meraih IPK yang mana sudah cukup memuaskan. Bagi saya, yang penting saat itu adalah harus ada di atas nilai minimal yang ditetapkan oleh Bidikmisi. Lebih lanjut, ada satu nilai mata kuliah yang sebenarnya sudah cukup, tetapi saya memutuskan untuk meningkatkannya di semester berikutnya sehingga pada akhirnya saya mendapatkan nilai A dari mata kuliah tersebut. Prinsip saya, nilai B adalah nilai minimal sementara nilai C membuat saya merasa bahwa saya masih bisa memperbaikinya dan masih belum begitu puas.


Selain masalah nilai, di kelas, saya ditunjuk sebagai ketua murid, yang tentunya merupakan tanggung jawab tersendiri. Saya bertanya kepada diri sendiri "mengapa saya dipilih menjadi ketua murid, mengapa tidak orang lain?" "tidak tertarik dengan deskripsi pekerjaannya?", atau alasan lain yang tidak mereka minati. Namun, pada intinya, saya ditunjuk sebagai ketua murid di kelas, dan hal itu tidak menjadi masalah bagi saya karena saya menganggap deskripsi pekerjaan seorang ketua murid tidak terlalu memberatkan.


Selanjutnya, keaktifan di dalam kelas menjadi hal yang tidak saya lewatkan karena saya menyadari bahwa saya memiliki tanggung jawab akademik lebih serius yang lebih dari sekadar kuliah pulang. Saya harus menggali ilmu sebanyak mungkin, bahkan jika saya belum puas dengan penjelasan dari dosen-dosen saya, saya mencarinya melalui kursus-kursus online, dan salah satu yang menjadi andalan saya adalah Coursera yang menyediakan banyak kursus yang berkaitan dengan jurusan saya. Hal ini tentunya meningkatkan performa akademik saya di kelas dan memperdalam pemahaman saya terhadap materi yang diajarkan.


Namun, di balik hal-hal positif yang saya lakukan di dalam kelas, tentunya ada beberapa kesalahan yang saya perbuat, seperti terlambat datang ke kelas dengan berbagai alasan. Namun, pelajaran besar yang saya ambil dari sini adalah bahwa ketika saya lulus dari universitas dan menjadi seorang guru, saya memiliki perspektif yang sangat berbeda dibandingkan dengan pemikiran saya ketika berada di SMK. Saya selalu datang terlambat ke sekolah dan selalu mendapatkan hukuman dari guru saya. Ketika saya menjadi guru di SMK, saya selalu berusaha disiplin dengan datang kurang dari pukul 7 pagi ke sekolah karena saya menyadari bahwa tanggung jawab untuk menjadi seorang guru sangatlah berat, dan apa yang saya lakukan menjadi model bagi mereka. Saya tidak ingin menjadi contoh buruk bagi mereka. Saya sangat berterima kasih atas semua pelajaran yang telah saya pelajari di tingkat universitas, terutama dalam hal kedisiplinan. Saya melihat perubahan yang sangat signifikan dan perubahan seperti itu terkadang membuat saya tersenyum sendiri dengan penuh rasa syukur ketika saya merenungkan masa lalu saya yang dulu begitu buruk, namun sekarang setidaknya saya bisa menjadi sedikit lebih baik.


Tidak Akan Mungkin Kembali Lagi di Dunia Ini

Kabar Kurang Baik

Jika kalian membaca bagian-bagian sebelumnya yang penuh dengan hal-hal positif, tetapi ada juga beban berat yang harus saya hadapi di semester pertama ini, bahkan beban ini selalu menjadi pendorong bagi saya sampai sekarang. Di artikel sebelumnya, Hikmah Gap Year, Ngapain Aja?, saya sudah membicarakan bahwa saya sempat kehilangan salah satu orang tua saya, dan ini adalah salah satu penyesalan yang masih saya rasakan sampai saat ini. Meskipun di sisi lain, terdapat pelajaran yang begitu besar yang mendorong saya untuk tetap semangat sampai sekarang.


Pesan dari saya kepada teman-teman Caravel semua yang masih memiliki kedua orang tua, baik itu orang tua kandung atau bukan, yang harus kalian ingat adalah siapa yang telah membesarkan kita dari kecil sampai saat ini, dan mereka masih ada di sana. Pikirkan dengan baik bagaimana kita bisa membalas budi kepada mereka. Meskipun terdengar sulit untuk membalas budi kepada mereka, tetapi ada satu hal yang harus kalian pikirkan. Kalian tidak boleh hanya duduk manis dan menikmati apa yang telah mereka kerjakan mati-matian demi menghidupi kalian, terutama saat kita sudah beranjak dewasa. Perlu diingat, kita memiliki berbagai cara untuk memperbaiki diri kita masing-masing, mulai dari segi ekonomi dan pengetahuan. Ada satu hal yang sama di antara kita, yaitu kita harus siap berkompetisi di tengah tekanan sistem kapitalisme seperti ini.


Kita harus mencari cara dan berani keluar dari zona nyaman kita, dan melihat bahwa dunia ini luas. Mungkin kalian khawatir jika kalian meninggalkan mereka, tetapi itulah yang dinamakan pengorbanan karena kita sudah masuk ke fase dewasa dan harus memberanikan diri seperti mereka membesarkan kita sampai sekarang, dengan serangkaian risikonya. Dan jika kita pikirkan, orang tua kita itu luar biasa sekali bisa berhasil membesarkan kita sampai sekarang ini. Tugas kita sekarang adalah apakah kita bisa sama seperti mereka, bahkan memberikan nilai lebih kepada mereka.


Saya juga paham jika hal ini diukur sebatas dengan dunia ini tidaklah cukup, karena mungkin saya juga sekarang akan ada dalam penyesalan berat terus-menerus. Tetapi kita bisa berharap lebih bahwa ada alam kekal di sana, dan kita bisa setidaknya berusaha menjadi saksi bagi mereka di alam kekal nanti. Maka dari itu, ayo sama-sama kita berjuang memaksimalkan dunia ini untuk memaksimalkan di alam kekal pula untuk bertemu dengan mereka kembali di tempat yang lebih baik. Amiin ya rabb!


Kartu Ujian UTS Semester 1

Capek Tidak Terasa

Terakhir, di semester pertama ini, memang sangatlah melelahkan, tetapi anehnya semua kelelahan tersebut seperti hanya melewati beberapa hari saja. Mengapa saya mengatakan demikian? Hal ini sangat sering terjadi, dan saya mengobrol dengan teman-teman saya, dan mereka juga mengatakan hal yang sama. Kesibukan antara akademik dan non-akademik justru membuat waktu terasa lebih singkat daripada jika tidak ada kegiatan sama sekali. Bahkan di sini, saya sempat kewalahan ketika harus mengelola berbagai tugas perkuliahan sekaligus mengelola kegiatan non-akademik, dan waktu menjadi tantangan utama bagi saya karena tentunya saya tidak bisa mengulangi waktu, bagaimanapun juga. Jadi, ini adalah masalah bagaimana saya bisa memaksimalkan setiap detik, menit, dan jam tersebut.


Itulah serangkaian cerita saya di semester pertama, dari mulai masuk OMBUS sampai dengan segala kegiatannya yang melelahkan, tetapi berakhir juga, kan?! Tidak terasa satu semester sudah selesai. Selanjutnya, saya akan membahas tentang pengalaman saya di semester selanjutnya, yaitu semester 2, beserta segala ceritanya. Semoga cerita ini bermanfaat bagi teman-teman Caravel semua. Sampai jumpa di postingan selanjutnya! 😁

No comments:

Post a Comment

Pages