Semester 5 telah berlalu, sebelumnya saya sudah menuliskan pengalamannya, Menghadapi Keteledoran dan Meningkatkan Kepemimpinan Diri di Semester 5, dan semester 8 semakin mendekat. Kini, saya memasuki semester 6 dengan berbagai tantangannya, terutama karena pada semester inilah pandemi COVID-19 mulai melanda seluruh dunia. Tantangan dalam dunia akademik pun semakin terasa sebagai seorang mahasiswa. Pada saat itu, karena pandemi belum menyebar ke seluruh Indonesia, setengah dari proses pembelajaran pada semester ini masih dilakukan di dalam kelas. Namun, pada akhirnya, semua kegiatan perkuliahan beralih ke sistem daring atau online. Pada postingan kali ini, saya akan merefleksikan beberapa sorotan penting yang saya alami selama semester 6 serta pelajaran-pelajaran yang saya dapatkan selama menjalani masa perkuliahan di semester ini.
![]() |
Kamar sekaligus tempat kuliah + kerja sampingan wkw |
Transisi Pembelajaran karena Pandemi COVID-19
Setelah KKN selesai, tantangan selanjutnya pun dimulai. Semester 6 sudah di depan mata, dan saya telah mengontrak mata kuliah untuk semester ini. Di luar ekspektasi, sebuah wabah melanda dunia. Pada waktu itu, pandemi COVID-19 benar-benar mengubah segalanya, termasuk dunia pendidikan.
Awalnya, perubahan tidak terlalu terasa pada semester ini. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai merasakannya, terutama karena perkuliahan berubah menjadi daring. Perubahan yang paling jelas terasa saat saya mengikuti proyek mengajar di SMP, seperti yang sudah saya lakukan pada tahun sebelumnya, tetapi kali ini hanya dikerjakan separuhnya saja karena sekolah membatasi pertemuan tatap muka. Jika diingat, memang sangat menyedihkan. Saya awalnya menganggap bahwa perkuliahan secara tatap muka sangat menguntungkan, terutama dalam aspek sosialisasi. Sebenarnya, saya tidak memiliki masalah berdiam diri seharian di kosan karena saya tahu apa yang harus saya lakukan. Namun, sesekali saya tetap membutuhkan interaksi sosial dengan orang lain di luar, karena itu salah satu prinsip hidup saya juga.
Di balik semua kekurangan ini, tentu ada pelajaran positif yang bisa saya ambil. Salah satunya, saya harus pulang lebih awal ke kampung halaman dan menjalani sisa perkuliahan semester 6 dari rumah. Awalnya, saya berencana pulang setelah semua perkuliahan selesai, tetapi kenyataannya saya pulang lebih cepat dan mengikuti pembelajaran serta ujian secara daring dari kampung. Lambat laun, saya mulai terbiasa kembali dengan suasana kampung halaman. Di saat yang bersamaan, saya juga tetap sibuk dengan kegiatan akademik. Hal paling positif dari situasi ini adalah saya bisa memulai sebuah proyek di kampung, yaitu membentuk komunitas belajar bahasa Inggris, Burton Academy. Proyek ini mendapat respons yang sangat positif dari warga sekitar.
Meskipun pandemi membawa banyak pembatasan, konteks kehidupan di perkampungan memang cukup berbeda. Anak-anak masih sering berkumpul dan menghabiskan waktu bermain game daripada belajar. Karena itu, saya berinisiatif membentuk komunitas belajar yang diadakan setiap hari Minggu, untuk mengisi waktu luang anak-anak dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Apalagi, pada waktu itu, kasus COVID-19 di kampung saya sangat jarang terjadi.
![]() |
Kumpulan tugas mata kuliah Qualitative Research in ELT |
Mulai Menyusun Proposal Penelitian
Pada semester ini, segalanya mulai terasa semakin serius. Saya mulai menyusun proposal penelitian dalam mata kuliah Qualitative Research in ELT. Sebenarnya, proposal ini tidak wajib dijadikan acuan utama untuk skripsi nanti, tetapi saya melihatnya sebagai kesempatan untuk mulai menentukan topik sejak dini, sehingga nantinya saya hanya perlu melanjutkan proposal ini di semester berikutnya. Saya pun mulai mencari-cari topik yang menarik secara pribadi, terutama yang relevan dengan situasi pandemi saat itu. Akhirnya, saya menemukan sebuah topik tentang manajemen identitas guru terhadap profesi mereka di dunia maya, kurang lebih berkaitan dengan personal branding para guru. Topik ini saya anggap sangat relevan, terutama karena pada masa itu banyak pekerjaan beralih ke sistem working from home, termasuk profesi guru. Personal branding menjadi semakin penting sebagai cara bagi guru untuk membangun reputasi mereka sebagai pendidik di ruang digital, serta untuk memperluas peluang karier mereka di masa depan.
![]() |
Published pertama kalinya jurnal ilmiah. Alhamdulilah! |
Publikasi Jurnal Ilmiah untuk Pertama Kalinya
Tahun ini, salah satu pengalaman terbesar saya juga adalah ketika diminta oleh salah satu dosen untuk berpartisipasi dalam kompetisi scientific paper. Luaran akhir dari kompetisi ini nantinya akan dipublikasikan di situs jurnal ilmiah milik universitas yang menyelenggarakannya. Singkatnya, saya bersama dua teman dibimbing oleh dosen untuk melakukan sebuah penelitian. Kami mengadakan beberapa pertemuan dan membagi tugas sesuai peran masing-masing. Awalnya, saya tidak mengetahui bahwa hasil dari lomba ini akan langsung dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Di sinilah saya mulai memahami proses penelitian hingga publikasi ilmiah secara langsung.
Pada awalnya, saya sempat membuat kesalahan dengan menyusun proposal penelitian, karena saya mengira tahap tersebut diperlukan. Namun, dosen saya memberikan feedback bahwa dalam konteks ini, kami tidak perlu membuat proposal formal seperti pada skripsi. Sebaliknya, kami langsung melakukan penelitian lapangan dengan segala persiapannya, karena tujuannya adalah publikasi ilmiah, bukan penyusunan skripsi. Pengalaman ini membuat saya lebih memahami proses dan ekspektasi dalam penyusunan skripsi nantinya, terutama perbedaan antara persiapan penelitian untuk skripsi dan untuk publikasi ilmiah langsung.
Tentunya, pada waktu itu terdapat banyak momen yang bisa direfleksikan, meskipun sebagian besar berasal dari luar ranah akademik. Namun, di bawah ini saya akan merefleksikan dua pelajaran terbesar yang saya dapatkan di semester ini.
![]() |
Hujan, Merenung, dan Menonton Aktivitas Tetangga di Depan Rumah |
1. Tuntutan Kemandirian Lebih Terasa
Memang, pada semester ini tidak banyak hal yang saya soroti dalam dunia akademik karena seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring. Namun, tentu saja ada beberapa pelajaran berharga yang bisa saya ambil. Pada waktu itu, saya benar-benar merasakan bahwa rasa tanggung jawab saya semakin meningkat. Saya mulai memikirkan apakah saya bisa lulus tepat waktu atau tidak, dan hal ini menjadi kekhawatiran utama saya saat itu. Kekhawatiran tersebut muncul karena saya adalah penerima bantuan Bidikmisi, yang mewajibkan saya untuk lulus tepat waktu. Jika tidak, saya harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara mandiri.
Untuk memaksimalkan produktivitas di masa pandemi, saya mencoba mengikuti berbagai kursus daring yang relevan dengan jurusan saya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan di bidang yang saya geluti ini, yakni Pendidikan Bahasa Inggris. Selain itu, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, saya juga menyibukkan diri dengan proyek komunitas belajar yang mendapat respons sangat positif dari masyarakat. Saya merasa bahwa pengalaman yang saya peroleh selama kuliah akhirnya bisa saya terapkan untuk berkontribusi di kampung halaman. Kemampuan berorganisasi yang saya pelajari di kampus pun saya manfaatkan dalam kegiatan ini. Dari sinilah saya mulai memahami arti penting soft skills, serta betapa besar peranannya dalam mendorong perubahan dan memperbaiki hal-hal di sekitar kita.
![]() |
Komunitas Belajar saat Pandemi COVID-19 |
2. Waktu yang Tepat untuk Belajar Mandiri
Selama pandemi ini, saya pulang kembali ke kampung halaman dan mulai menyadari bahwa saya memiliki banyak waktu untuk meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti kursus online, seperti yang sudah saya sebeutkan sebelumnya. Selain itu, menjalankan proyek komunitas belajar juga membantu meningkatkan produktivitas saya, sehingga waktu selama pandemi tidak terbuang sia-sia. Jika saya renungkan, masa pandemi memberikan keleluasaan bagi saya untuk mengatur waktu dengan lebih fleksibel. Meskipun ada kelas online, efektivitasnya tidak sama dengan pembelajaran tatap muka di dalam kelas. Sebagian besar tugas dikerjakan secara mandiri (offline) dan dikumpulkan melalui platform pembelajaran seperti Google Classroom. Bisa dibilang, tahun ini saya lebih banyak belajar sendiri di depan laptop dan jarang keluar rumah.
Itulah pengalaman singkat saya di semester 6, dengan situasi pandemi yang mengubah segalanya. Momen ini juga menjadi titik awal bagi saya untuk mulai terbiasa belajar secara mandiri di rumah. Semoga ada hal bermanfaat yang bisa teman-teman Caravel ambil, terutama bagi yang sedang berkuliah, khususnya di UNSIL. Sampai jumpa di postingan selanjutnya, di semester 7. Bye for now!
No comments:
Post a Comment