Jejak Pendidikan, 1 Tahun di Desa Cigadog



Salam pendidikan, teman-teman Caravel yang tercinta! Kembali lagi bersama saya dengan cerita perjalanan saya di dunia pendidikan selanjutnya. Setelah bercerita tentang pengalaman mengajar di SMK Islam Paniis, kini mari kita melangkah sedikit mundur kembali, tepat setahun sebelum saya melangkah ke dalam lingkungan SMK tersebut. Saya akan berbagi cerita yang begitu berharga tentang proyek mengajar yang saya lakukan di kampung halaman tercinta. Di sana, saya mendirikan sebuah komunitas belajar bahasa Inggris untuk anak-anak TK sampai SMA. Mengapa saya melakukannya? Tentu, kesadaran saya akan pentingnya keterampilan bahasa Inggris di zaman ini menjadi pemicu utama. Seperti biasa, kini saatnya saya menceritakan beberapa momen istimewa yang tak terlupakan sampai sekarang.


Mengajar di Pos Kamling

Kok Bisa Seperti ini? Apa yang Mendorongmu?

Di postingan sebelumnya tentang pengalaman mengajar saya di SMK Ar-Ridwan Cintamulya, saya telah membahas alasan saya mengajar di sekolah ini. Ketika pandemi Corona melanda dunia, termasuk Indonesia, pendidikan di desa juga terkena dampak dari perubahan sistem pembelajaran yang tiba-tiba. Persiapan pendidik dan materi pembelajaran di desa tidak seefektif mereka yang berada di kota. Kemungkinan mereka yang berada di kota sudah terbiasa dengan teknologi dan menggunakan berbagai platform pengajaran digital yang diajarkan oleh guru-guru mereka. Namun, tinggal di perkampungan memiliki perbedaan signifikan yang harus dipertimbangkan, seperti pengetahuan guru tentang teknologi, dukungan dari orang tua, dan kebutuhan anak-anak. Ketiga faktor ini sangat penting untuk diperhatikan, terutama dalam konteks perkampungan.


Singkatnya, selain mengajar di SMK ini, saya juga mendirikan sebuah komunitas belajar di kampung saya dengan nama Burton Academy. Mengapa saya memilih nama tersebut? Karena saya tinggal di RT 04, saya memutuskan untuk memberi nama komunitas tersebut Blossom for Education (Burton) Academy, dengan "for" mengacu pada angka 4. Kemudian, saya mendapatkan izin dari kepala RT di wilayah tersebut untuk mendirikan komunitas belajar. Respon positif dari beliau membuatnya membantu menyediakan fasilitas pengajaran, seperti menggunakan sebuah pos kamling kecil di dekat masjid. Beliau juga membuatkan meja kecil untuk menyimpan papan tulis, laptop saya, dan peralatan pengajaran lainnya. Semangat saya untuk mengajar semakin membara. Pada awalnya, hanya ada 3 anak yang belajar, tetapi seiring berjalannya waktu, jumlah anak yang bergabung bertambah hingga lebih dari 50 orang karena dukungan orang tua yang mendukung kegiatan ini dan mempercayakan anak-anak mereka untuk belajar di komunitas belajar ini.


Seiring dengan pertambahan jumlah anak yang bergabung dengan komunitas belajar ini, saya direkomendasikan oleh kepala RT untuk pindah ke masjid. Pada saat itu, saya merasa sangat bersemangat karena saya mengajar bahasa Inggris dengan konten-konten keagamaan yang sangat relevan bagi mereka yang tinggal di daerah yang kental dengan nilai-nilai keagamaan.


Aktivitas Outdoor, Mengenal Benda-benda di Sekitar dalam Bahasa Inggris

Berbagai Aktivitas Indoor dan Outdoor

Saya menerapkan berbagai strategi mengajar yang beragam, baik di dalam maupun di luar kelas. Di dalam kelas, saya melakukan aktivitas menarik seperti bermain permainan dan kegiatan lainnya. Namun, tidak hanya di dalam kelas saja, saya juga melakukan aktivitas di luar kelas yang melibatkan interaksi dengan lingkungan sekitar, seperti mengenali benda-benda dalam bahasa Inggris sambil berjalan-jalan. Selanjutnya, saya membuat proyek peduli lingkungan dengan menanam tanaman bawang putih dalam botol plastik bekas. Meskipun proyek ini tidak langsung terkait dengan bahasa Inggris, saya meyakini bahwa sebagai pendidik, tugas saya tidak hanya mengajar bahasa Inggris, melainkan juga membentuk nilai-nilai moral mereka dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Saya ingin mengajarkan kepada mereka bahwa langkah kecil seperti memanfaatkan botol bekas untuk menanam tanaman juga dapat memberikan dampak positif pada lingkungan.


Selanjutnya, peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus menjadi momen yang sangat dinantikan dan berkesan sekali. Pada saat itu, kami, para pemuda di wilayah RT 04, berkumpul dan mengadakan berbagai perlombaan yang melibatkan anak-anak dan juga orang tua. Saya dipercaya sebagai ketua pelaksana dalam acara ini, dan saya telah berhasil mengumpulkan sumbangan yang memadai dari masyarakat untuk menyukseskan acara tersebut. Respon positif yang kami terima sangat membuat kami lebih semangat lagi. Sebelum pelaksanaan acara, saya dan teman-teman pemuda lainnya secara rutin mengadakan rapat persiapan guna menyusun rencana dan melakukan persiapan yang diperlukan.


3 Kakak Volunteers dari Yayasan Kemah Muda sedang Mengajar Bahasa Inggris

Bekerja Sama dengan Yayasan Kemah Muda di Jakarta

Pada suatu waktu, saya dihubungi oleh seorang rekan kerja yang juga merupakan senior saya saat magang di PA International. Beliau memberikan tawaran kerjasama dengan yayasan kemah muda yang berencana mengirimkan 3 relawan ke desa Cigadog. Subhanallah, yayasan tersebut juga melibatkan diri dengan memberikan sumbangan berlimpah buku-buku bahasa Inggris dan membangun sebuah perpustakaan kecil di desa saya. Saya begitu gembira dan tak percaya bahwa akhirnya proyek saya bisa berkembang lebih jauh.


Tidak berhenti di situ, saya kemudian memutuskan untuk meluaskan jangkauan pengajaran saya dengan mengajar di dusun lain di kampung halaman saya. Singkat cerita, ketiga relawan tersebut tiba di desa saya dan kami memulai proses mengajar sambil menyelenggarakan sebuah acara yang bernuansa "Bahagia Bercerita", sebuah lomba bercerita bagi anak-anak di bulan Ramadhan. Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu pesantren di kampung kami, dan tak lupa beberapa teman pemuda lain turut serta membantu kami dalam menjadikan acara ini sukses dan bermakna.


Sedang Menyortir Buku-buku Donasi dari Yayasan Kemah Muda

1. Isu Politik dan Ekonomi

Selama satu tahun penuh menjalankan proyek ini, tentunya, saya juga menghadapi tantangan yang tak terduga dan mendorong saya untuk berpikir secara deduktif. Apa yang saya lakukan mungkin terlihat sebagai tindakan kecil, tetapi memiliki tujuan yang besar yaitu membuat dunia menjadi lebih baik. Saya melaksanakan proyek ini dengan sepenuh hati, tanpa meminta imbalan apapun. Bahkan, tetangga-tetangga saya sendiri dengan sukarela memberikan sumbangan bulanan. Meskipun awalnya saya menolak tawaran tersebut dengan tegas, namun saya menyadari bahwa menolaknya khawatir akan membuat mereka merasa diremehkan atau perasaan-perasaan mereka lainnya. Oleh karena itu, saya menerima sumbangan tersebut sebagai hadiah. Saya menggunakan sumbangan tersebut untuk membeli camilan sebagai hadiah dalam permainan kelas bagi anak-anak saya setiap minggunya.


Dahulu, politik bukanlah perhatian utama bagi saya. Namun, momen ini telah membuka mata saya akan pentingnya memahami dunia politik. Pemberian uang tersebut sebenarnya memberikan beban berat bagi saya. Saya mengajar dengan tulus kepada anak-anak secara gratis, lebih baik daripada mereka hanya bermain tanpa henti seharian dan bergantung pada pembelajaran online yang memberatkan mereka. Saya bahkan mendengar keluhan dari salah satu anak yang merasa bosan dan bertanya kapan mereka dapat kembali ke sekolah. Segalanya berjalan lancar, sampai suatu saat seseorang memberitahukan kepada pesantren di kampung saya bahwa saya mengajar di sana. Mereka menyarankan agar saya pindah mengajar ke pesantren tersebut. Beberapa hari kemudian, pemimpin pesantren datang ke rumah saya dan mengusulkan agar saya mengajar di sana.


Agenda Rapat Ngumpul dengan Teman-teman untuk Persiapan Kegiatan di HUT RI

Namun, terjadi kebingungan di tengah perjalanan. Pemimpin wilayah tempat di mana saya mengajar awalnya menyarankan agar saya tetap tinggal di tempat yang sama dan tidak pindah ke pesantren. Keadaan ini membuat saya merasa bingung, karena konflik emosional yang terjadi di kampung ini merambat hingga ke dunia pendidikan. Singkatnya, saya meminta izin kepada pemimpin wilayah untuk pindah mengajar ke pesantren. Pertimbangannya adalah bahwa mesjid adalah tempat ibadah, dan beberapa orang mulai merasa tidak nyaman dengan kehadiran saya mengajar di sana karena mengadakannya di mesjid. Bahkan, mereka berkomunikasi hal ini kepada pemimpin lainnya. Akhirnya, saya memulai pengajaran di pesantren tersebut, dan beberapa anak baru bergabung dengan komunitas yang saya dirikan, sementara beberapa anak lainnya memutuskan untuk meninggalkannya.


Apa yang terjadi di sini? Kesadaran orang tua akan politik yang tinggi mempengaruhi pendidikan anak-anak. Ada yang didorong untuk bergabung karena mendukung lembaga tersebut, dan ada yang ditarik orang tuanya karena ketidaksukaan terhadap lembaga tersebut. Pada saat itu, saya mulai menyadari bahwa politik, terutama ketika digunakan untuk membatasi suatu hal karena motif egois tiap wilayah, dapat memberikan dampak buruk bagi suatu wilayah secara keseluruhan. Selain itu, dampak politik ini juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Sebagai contoh, ketika saya menerima uang yang sebenarnya memberatkan, saya merasa terikat oleh kekuatan atau power, karena uang merupakan salah satu bentuk kekuasaan yang dapat mengendalikan orang-orang.


Lalu, apa solusi yang saya lakukan? Saya hanya bisa mempercayakan semuanya kepada Allah dan berusaha untuk tetap jujur dan ikhlas, tanpa ada niat ingin dimanipulasi dengan uang dalam kegiatan ini. Saya sebenarnya sudah memiliki pekerjaan di SMK untuk mencari penghasilan, dan di sini saya hanya ingin memberikan ilmu yang saya miliki kepada mereka secara gratis dengan harapan mereka menyadari betapa pentingnya Bahasa Inggris untuk masa depan mereka.


Panitia Kegiatan Storytelling dengan tema "Bahagia Bercerita"

2. Salah Satu Penghalang Berkembangnya Kita

Selanjutnya, ada momen yang semakin menguatkan keyakinan saya terhadap pola pikir beberapa orang di kampung saya, termasuk pemimpin-pemimpinnya, yang masih terjebak dalam pola pikir fanatik. Suatu ketika, saya mendengar sebuah ceramah pengajian di mana pendakwah tersebut dengan yakin mengatakan, "Bahasa Inggris adalah bahasa orang kafir". Saya merasa prihatin mendengarnya, karena pendengar ceramah tersebut adalah anak-anak yang masih berada di tingkat SD, SMP, dan SMA. Hal ini membuat saya semakin sadar bahwa keegoisan semakin meluas di tengah-tengah kita. Padahal, dengan menguasai bahasa Inggris, kita bisa menyebarkan dakwah dengan jangkauan yang lebih luas dan mendapatkan pengetahuan agama yang lebih mendalam. Terlebih lagi, apa yang saya ajarkan saat itu adalah bahasa Inggris dengan konten yang berkaitan erat dengan agama. Jika kita terus bersikap egois dan enggan belajar bahasa Inggris, bagaimana mungkin Dr. Zakir Naik dapat menyebarkan agama Islam melalui bahasa Inggrisnya? Atau Syekh Mufti Menk dapat memperkuat iman umat Muslim melalui ceramah-ceramahnya dalam bahasa Inggris? Semua ini dapat diakses melalui media, terutama YouTube salah satunya.


Panitia Kegiatan di HUT RI (2020)

Saya semakin berpikir secara deduktif bahwa semakin kita terperangkap dalam kubu-kubu yang saling bertentangan, semakin sulit bagi kita untuk bersatu. Di dalam setiap kubu, selalu ada rasa bangga terhadap kubu sendiri. Ini juga terjadi dalam agama Islam, di mana Rasulullah telah meramalkan bahwa agama ini akan terbagi menjadi 73 golongan, dan semua golongan tersebut akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Sudahkah kita mendengar tentang konflik antara Sunni dan Syiah, serta konflik-konflik lainnya antara kelompok-kelompok muslim? Keegoisan dan rasa bangga dari masing-masing organisasi tersebut memicu terjadinya perang saudara, padahal sebenarnya kita semua adalah umat Muslim. Politik seperti inilah yang memisahkan kita. Bahkan, perang saudara ini dapat dimanfaatkan oleh pihak luar yang ingin meraih keuntungan dengan memanfaatkan konflik orang lain. Inilah pelajaran berharga yang saya peroleh seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari pola-pola yang kotor dan menjijikkan jika terus saya eksplorasi lebih dalam. Hal ini membuat saya tidak puas dan semakin penasaran berada di dunia pendidikan ini sampai sekarang, karena saya ingin mendidik anak-anak agar berpikir lebih mendalam dan memahami apa yang terjadi di dunia ini, bukan hanya hidup seperti air yang mengalir tanpa arah, dikendalikan, dan dikuasai oleh kekuasaan di atas, yang pada akhirnya mereka pun hanya manusia ciptaan Allah SWT seperti kita.


Kegiatan Warming up - Back to the Board

3. Masa Emas Belajar di Usia Dini

Selanjutnya, dalam perjalanan proyek ini, saya telah memperoleh pelajaran berharga bahwa mengajar anak-anak pada usia dini adalah waktu yang sangat berarti untuk menanamkan pola pikir yang krusial dalam menghadapi tantangan zaman ini. Kemandirian, rasa peduli, jiwa wirausaha, dan pengetahuan yang lainnya adalah hal-hal yang tak tergantikan dalam mempersiapkan mereka menghadapi kompleksitas dunia saat ini. Seperti yang kita semua ketahui, tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak-anak di era sekarang jauh lebih kompleks, di mana pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga. Sebaiknya, ada program di setiap desa yang melibatkan warganya dalam belajar tentang cara mendidik anak, sebab peran orang tua juga memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan masa depan anak-anak.


Apabila harus membandingkan pengalaman mengajar di tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, tingkat mana yang saya sukai? Jawabannya jatuh pada TK dan SD. Selain karena saya memiliki kecintaan pada anak-anak dan menikmati interaksi dengan mereka, tingkatan ini adalah kesempatan emas untuk menanamkan nilai-nilai yang telah disebutkan sebelumnya. Semakin anak-anak semakin dewasa, mereka akan cenderung mengembangkan pemikiran independen dan menginginkan kebebasan dalam mengikuti pemikiran mereka sendiri, tanpa terpengaruh oleh opini orang lain secara langsung. Apabila mereka memiliki pemikiran yang baik dan memiliki semangat untuk terus belajar, mencari pengetahuan, serta menjunjung sikap terbuka dalam menghadapi beragam pandangan, itu merupakan suatu keberuntungan. Namun, bagaimana dengan anak-anak yang hanya mengalir seperti air tanpa tujuan dan mengikuti keadaan semata? Sejatinya, hidup bukanlah permainan judi atau taruhan yang mengandalkan keberuntungan semata, melainkan harus memiliki tujuan yang jelas dan perencanaan yang matang disertai usaha.


Kegiatan Lomba Futsal Ibu-ibu di HUT RI

4. Lebih Dekat dengan Masyarakat

Pelajaran berikutnya yang saya dapat adalah adanya kedekatan yang dirasakan dengan warga. Sebelum terlibat dalam proyek ini, saya memang cenderung bekerja di balik layar sejak dimulainya pandemi, menghabiskan waktu untuk menyelesaikan berbagai tugas perkuliahan. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa bosan dan merindukan interaksi dengan orang lain, mungkin karena sifat ekstrovert dalam diri saya. Dalam proyek ini, saya mulai terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat. Terutama, saat kami bersama pemimpin wilayah ini menyelenggarakan lomba 17 Agustus yang melibatkan banyak warga. Hingga larut malam menjelang pelaksanaan lomba keesokan harinya, kami bersama-sama mempersiapkan segalanya. Di situlah saya merasakan perbedaan yang berarti dan menikmati keindahan kebersamaan. Saya berharap agar mereka dapat bersatu tanpa adanya pemikiran yang membatasi.


Hal yang saya rasakan pada saat itu adalah intensitas komunikasi yang tidak hanya melibatkan pemuda sebaya, tetapi juga dengan orang-orang yang lebih tua dari saya. Saya mendapatkan pandangan yang berbeda secara umum, terutama dari mereka yang sudah berkeluarga. Di sinilah saya menyadari bahwa kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pola pikir orang-orang di sini secara keseluruhan, terutama dalam sistem kapitalisme yang dominan saat ini. Selain itu, intensitas komunikasi saya dengan anak-anak yang lebih muda dari saya juga semakin kuat. Selain mengajar mereka, saya merasa seolah-olah bermain bersama mereka dan merasakan kenangan indah masa kecil saya. Saya sangat bersyukur dapat mengalami dan mengamati perbedaan pola pikir yang beragam dari mereka, karena hal ini akan sangat berharga bagi peran saya sebagai konsultan pendidikan di masa depan.


Foto Bersama Anak-anakki

5. Belajar dari Nabi Muhammad

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup saya telah tercatat di Lauhul Mahfudz. Namun, rasa penasaran terus menghantui saya, mendorong saya untuk merenungkan perjalanan hidup dengan keterkaitannya pada perjuangan Nabi Muhammad, yakni ketika beliau dihadapkan pada penolakan saat berada di Mekkah, kemudian berhijrah ke Madinah untuk menyebarkan ajaran Islam, dan akhirnya kembali ke Mekkah di waktu yang tepat dengan membawa pengaruh yang besar. Melalui kisah ini, semakin terpatri dalam diri saya bahwa saatnya untuk melakukan hijrah ke tempat lain, yakni mengajar di SMK Islam Paniis selama 2 tahun. Alhamdulillah, Allah memberikan skenario terbaik dengan memberi saya kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah 2 tahun ini ke luar negeri.


Di sini, pelajaran terbesar yang saya temukan adalah bahwa segala emosi, baik kebahagiaan, kesedihan, maupun kemarahan, hanyalah bumbu dalam kehidupan ini. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengendalikan pikiran kita. Akan  saya hadapi tantangan belajar di tempat yang jauh, dan saya harap ketika kembali nanti, saya dapat membawa pengaruh yang lebih besar, terutama dalam dunia pendidikan. Semangat saya tidak pernah pudar, karena setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup saya akan menjadi cerita unik versi saya sendiri, yang kelak akan saya ceritakan kepada anak-anak saya nanti.


الحمد والشكر لله رب العالمين

Inilah cerita singkat tentang bagaimana saya berhasil melalui proyek ini dengan sukses meskipun menghadapi berbagai tantangan. Inti dari cerita ini adalah bahwa saya pernah mengungkapkan bahwa kesempatan bisa datang kepada kita, tetapi pertanyaannya adalah apakah kita siap untuk memanfaatkannya? Selain itu, ternyata ada satu hal lagi, yaitu kita dapat menciptakan kesempatan sendiri dengan mengambil inisiatif. Semoga cerita singkat ini memberikan manfaat dan sampai jumpa di postingan selanjutnya. 😊

No comments:

Post a Comment

Pages