Menghafal Rukun Iman, Cukupkah Sebagai Landasan Utama dalam Beragama?

 

Hai teman-teman! Selamat datang di postingan terbaru dari Caravel. Kali ini, kita akan membahas sebuah topik sederhana yang berkaitan dengan agama, namun memiliki dampak besar terhadap kehidupan kita secara keseluruhan, yakni iman. Sejak kecil, kita pasti sudah belajar tentang iman dan mungkin kita semua sudah menghafalnya dengan baik. Namun, apakah cukup hanya dengan menghafalnya saja?


Bayangkan suatu saat kita diberi kesempatan untuk menjelajahi berbagai tempat dan menemukan banyak sekali kepercayaan. Di saat seperti itu, kita akan mulai merenung dan bertanya pada diri sendiri seperti apa yang membuat kita yakin terhadap agama yang kita anut, sementara di luar sana ada banyak agama yang lain? Apakah cukup hanya berbekal iman tanpa memiliki landasan alasan dan bukti-buktinya?


Hal inilah yang dapat membuat iman kita goyah dan bahkan meragukan kepercayaan kita sendiri terhadap Islam. Oleh karena itu, di postingan ini, Caravel akan membahas mengapa menghafal Rukun Iman saja tidaklah cukup untuk memperkuat iman kita. Kita akan membahas lebih dalam mengenai pentingnya memiliki landasan bukti dan pemahaman yang baik tentang keyakinan kita agar dapat memperkuat iman kita dengan baik. Mari kita mulai!


Fisik Terus Tumbuh, Bagaimana dengan Pikiran?

Seiring berjalannya waktu, kita akan terus berkembang secara fisik dan intelektual. Ada di antara kita yang memiliki semangat dalam dunia akademik dan melanjutkan pendidikan. Dalam bidang pendidikan yang kita pilih, kita akan dihadapkan dengan tantangan yang rumit, memperkuat kemampuan berpikir kompleks kita. Sayangnya, ada beberapa di antara kita yang mengabaikan pertanyaan-pertanyaan sederhana namun memiliki makna yang sangat besar. Misalnya, pernahkah kita bertanya apakah Tuhan benar-benar ada? Pertanyaan ini terdengar sederhana dan ekstrem, karena kita mungkin merasa tidak perlu mempertanyakan kepercayaan kita. Namun, sebagai mahasiswa, kita memiliki kualifikasi yang lebih tinggi dengan berani melabelkan 'maha' sebelum kata siswa tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah bijak jika kita mengabaikan pertanyaan sederhana ini? Banyak yang mungkin akan menjawab bahwa masalah kepercayaan tidak perlu dipertanyakan lagi, tetapi pada hakikatnya, kita memiliki hak untuk mempertanyakan segala sesuatu karena kita memiliki kemampuan berpikir. Bagaimana jika seseorang keluar dari agamanya? Tidak masalah, selama dia terus menggali ilmu dan tidak berhenti dalam pencariannya. Ini berarti dia tidak hanya membatasi dirinya pada satu agama, tetapi dia mengeksplorasi agama-agama lain dan mengambil kesimpulan berdasarkan data yang ada. Hal ini merupakan hal yang umum dilakukan oleh seorang akademisi, terutama bagi mereka yang sering melakukan penelitian.


Selanjutnya, bagaimana dengan mereka yang tidak melanjutkan pendidikan tinggi dan kehilangan minat dalam mencari ilmu? Jawabannya, kita harus membedakan antara tidak melanjutkan pendidikan tinggi dan kehilangan minat dalam mencari ilmu. Tidak melanjutkan pendidikan tinggi tidak berarti seseorang kehilangan minat dalam belajar. Di era teknologi saat ini, kita memiliki akses untuk terus belajar tanpa harus berkuliah di perguruan tinggi. Menariknya, beberapa orang yang keluar dari lingkungan perkuliahan mencapai kesuksesan finansial dan menjadi wirausaha. Bagaimana mereka bisa mencapai hal ini? Jawabannya sederhana, mereka terus belajar seiring berjalannya waktu. Dari situ, kita menyadari bahwa selama ada keinginan untuk belajar, pasti ada jalan untuk mencari ilmu. Jadi, tidak ada alasan bagi kita yang tidak melanjutkan pendidikan tinggi untuk berhenti mencari ilmu, terutama bagi mereka yang telah melanjutkan pendidikan lebih tinggi, karena mereka telah mengemban tanggung jawab sebagai mahasiswa.


Dunia dengan Serangkaian Kompleksitasnya

Ketika kita membuka pikiran kita dengan lebih luas, kita akan menyadari bahwa kata-kata 'baik' dan 'buruk' jauh lebih kompleks daripada yang kita bayangkan. Kata-kata ini membutuhkan standar dan definisi yang jelas untuk menentukan apa yang dianggap baik dan buruk. Sebagai contoh, ketika kita mendengar kata 'membunuh', sebagian dari kita mungkin langsung menganggapnya sebagai tindakan yang buruk. Namun, ada juga orang-orang yang berpendapat bahwa itu dapat bergantung pada konteksnya. Inilah sebabnya mengapa kita tidak boleh mengabaikan kompleksitas dunia ini begitu saja, karena sebagai manusia, kita memiliki akal dan tanggung jawab untuk menggunakannya dengan bijak.


Kompleksitas lainnya terkait dengan konsep 'kebahagiaan'. Bagi sebagian dari kita, kebahagiaan mungkin berarti berlibur di pantai bersama keluarga. Namun, apakah pernah terpikirkan oleh kita bahwa di tempat lain di dunia ini ada orang-orang yang mengalami kelaparan dan bagi mereka, ide "berlibur di pantai" hanyalah sebuah mimpi yang jauh dari kenyataan? Apakah itu masih bisa disebut sebagai kebahagiaan? Jika kita menjawab ya, itu sebenarnya menggambarkan keegoisan kita sebagai manusia. Namun, jika kita berpikir lebih dalam, mungkin kata 'kebahagiaan' itu sendiri tidaklah cocok untuk digunakan di dunia ini. Oleh karena itu, tugas bagi sebagian dari kita adalah untuk terus mencari jawabannya, memulai dari saat ini yang masih penuh dengan pertanyaan.


Intinya, di zaman modern ini dengan sistem kapitalisme yang semakin mendorong orang untuk berpikir keras, bahkan konsep sederhana seperti 1 + 1 tidak lagi hanya sebatas angka 2 bagi mereka. Sebagai contoh, banyak dari kita mungkin meyakini bahwa bumi itu bulat karena kita telah belajar hal tersebut sejak kita bersekolah. Namun, ada beberapa orang yang percaya bahwa bumi itu datar. Oleh karena itu, tugas kita adalah untuk terus merenung dan tidak berhenti dalam mencari kebenaran yang lebih dalam.


Ketakutan untuk Berargumen

Salah satu tantangan terbesar bagi banyak orang dalam perjalanan mencari ilmu adalah rasa takut untuk terlibat dalam diskusi dengan orang lain yang berpotensi menimbulkan konflik emosional. Namun sebenarnya, diskusi dengan orang lain merupakan salah satu cara terbaik untuk menemukan pijakan kebenaran. Terkadang, kita cenderung takut untuk menyentuh topik sensitif atau merasa tersinggung oleh pendapat orang lain. Padahal, kata-kata 'menyinggung' dan 'tersinggung' hanyalah reaksi emosional belaka.


Dalam upaya mencari kebenaran melalui perdebatan, pendekatan ini berbeda dengan perlombaan debat konvensional yang dibatasi oleh waktu, di mana kita sering kali merasa tidak puas jika kesimpulan belum tercapai. Proses mencari ilmu memang merupakan perjalanan yang panjang, dan diskusi bisa terjadi di mana saja dengan suasana obrolan yang santai. Meskipun terdengar idealis karena tidak semua orang memiliki pandangan yang sama, namun itulah yang menjadi idealnya bahwa mencari ilmu adalah perjalanan sepanjang hidup kita.


Inti dari berargumen adalah tidak terlibat dalam permainan emosi atau berteriak tanpa makna apapun. Sebaliknya, kita dapat menyampaikan argumen dengan sikap yang santai namun tetap mengemukakan klaim, alasan, dan bukti yang mendukung. Hasil dari sebuah perdebatan dapat memberikan pijakan sementara, tetapi kita harus tetap mencari sumber data lain untuk memverifikasi hasil dari perdebatan tersebut.


Oleh karena itu, mulai dari saat ini, jika ada hal yang masih memunculkan pertanyaan, kita dapat mencari sumber-sumber yang tersedia di media sosial misalnya di YouTube banyak sekali kanal-kanal yang mempertemukan dua individu dengan pandangan yang berbeda terkait topik yang kita ingin ketahui. Di sinilah kita akan mendapatkan pandangan yang berlawanan dari kedua individu tersebut. Dari situlah kita dapat melakukan refleksi, berpikir terbuka, dan menyimpulkannya. Tidak ada menang dan kalah dalam debat sesungguhnya, melainkan kita hanya belajar sebagai upaya untuk menemukan titik pencerahan saja.


Menyimak dan Bericara dengan Proaktif

Poin berikutnya adalah kemampuan dalam menyimak dan berbicara secara proaktif. Apa perbedaannya dengan menyimak dan berbicara secara biasa-biasa saja? Meskipun terdengar sebagai hal yang sederhana, hal ini membutuhkan praktik dan kebiasaan untuk mengembangkannya. Menyimak secara proaktif berarti kita benar-benar fokus dan serius dalam menyerap informasi yang disampaikan karena kita membutuhkannya. Bahkan, kita mungkin mencatat poin-poin pentingnya. Selanjutnya, kita memberikan reaksi dengan bertanya kepada lawan bicara jika ada hal penting yang perlu disampaikan atau pertanyaan yang ingin diajukan. Dalam hal ini, lawan bicara akan merasa dihargai karena informasi yang mereka sampaikan memiliki kepentingan bagi kita. Inilah yang dinamakan sebagai seni dalam menyimak dan berbicara secara proaktif. Dalam proses ini, kita memberikan penghargaan kepada lawan bicara kita, dan pada saat yang sama, kita juga mengumpulkan informasi sebagai tambahan data yang akan membantu kita dalam memecahkan masalah di masa depan.


Intinya, ketika kita sedang menyimak, kita tidak seharusnya mengaitkannya dengan ras, agama, atau kondisi fisik tertentu. Fokuslah pada apa yang sedang mereka sampaikan, dan jika perlu, catatlah hal-hal penting. Setelah itu, berikan reaksi terhadap apa yang mereka sampaikan dengan bertanya atau menunjukkan persetujuan terhadap poin-poin yang sejalan dengan pandangan kita.


Dunia Didesain untuk Sebuah Petualangan

Ketika kita mendengar kata 'petualangan' atau 'menjelajah', seringkali kita mengasosiasikannya dengan perjalanan dan eksplorasi dunia untuk tujuan pembelajaran. Memang benar bahwa kita dapat belajar sambil melakukan perjalanan, tetapi tidak semua orang yang melakukan perjalanan benar-benar menyadari pentingnya mengambil pelajaran selama perjalanan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua dari kita memiliki kesempatan untuk melakukan perjalanan keliling dunia dalam waktu yang singkat. Namun, ini tidak berarti kita tidak bisa menjelajahi dunia sama sekali. Masih ada peluang besar bagi kita untuk menjelajahi dunia melalui membaca dan menyimak informasi yang ada dalam buku, atau bahkan menggunakan teknologi yang tersedia saat ini untuk memperluas pengetahuan kita. Dengan belajar dan mendalami topik tertentu secara mendalam, ketika kesempatan perjalanan keliling dunia muncul di masa depan, kita akan lebih siap untuk menggali pengetahuan yang lebih dalam melalui pengalaman tersebut.


Semuanya Kembali ke Keputusan Kita Masing-masing

Akhirnya, tentu saja kita akan bertanya di mana kita harus berpijak. Maka jawaban dan keputusan itu akan bergantung pada diri kita sendiri. Tidak peduli kepercayaan apa yang kita pilih, itu tidak berarti kita harus berhenti belajar. Melalui pembelajaran yang terus-menerus, iman atau keyakinan kita akan semakin kuat. Sebagai manusia dengan emosi dan kemampuan berpikirnya, kita seperti berada dalam sebuah perahu. Kita harus menjaga keseimbangan dan tidak membiarkan segala hal membanjiri perahu kita, agar kita tidak tenggelam.


Itulah postingan untuk kali ini, semoga menjadi pendorong bagi kita untuk terus belajar, bahkan memulainya dengan hal-hal sederhana sebelum kita melangkah ke hal-hal yang lebih kompleks. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi masa depan kita, di mana setiap langkah yang kita ambil akan memiliki arti yang mendalam bagi kehidupan kita sendiri dan orang lain. Semoga informasi ini memberikan manfaat!

No comments:

Post a Comment

Pages