Dua Semester Mengajar Penuh Cerita di SMK Ar-Ridwan Cintamulya

 

Tahun 2020 menghadirkan perubahan yang tak terduga bagi dunia pendidikan dan juga memberikan pengalaman berharga bagi semua pendidik. Wabah Corona mengubah cara pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka menjadi pembelajaran daring. Meskipun demikian, sebagian sekolah menolak menerapkan pembelajaran daring dengan berbagai alasan, sementara yang lain memilih model pembelajaran hybrid karena mereka menyadari perbedaan kekurangan dan kelebihan antara pembelajaran daring dan tatap muka. Salah satu sekolah yang berani tetap melanjutkan pembelajaran tatap muka adalah SMK Ar-Ridwan Cintamulya, sebuah sekolah terletak di pedesaan dekat Gunung Galunggung, Tasikmalaya. Keputusan ini mungkin mengecewakan bagi sebagian orang yang berpandangan bahwa sekolah harus mengikuti aturan pemerintah, namun situasinya berbeda di pedesaan.


Alasan pertama sekolah memilih pembelajaran tatap muka adalah rendahnya kasus Corona pada saat itu di pedesaan tersebut. Selain itu, penduduk kota memang memiliki akses yang lebih mudah terhadap gadget dan bimbingan orang tua karena sudah terbiasa dengan teknologi. Namun, di pedesaan, situasinya berbeda. Meskipun anak-anak mungkin sudah terampil dalam penggunaan teknologi, tetap pengawasan orang tua penting karena mereka tidak diketahui apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut. Sayangnya, fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa beberapa orang tua sepenuhnya mempercayakan anak-anak mereka dalam menghadapi tantangan teknologi ini, karena mereka sendiri masih gagap dalam teknologi.


Sekarang, saya ingin berbagi sedikit pengalaman dan refleksi saya sebagai guru bahasa Inggris di SMK tersebut selama pandemi dengan pembelajaran tatap muka. Di akhir cerita, saya juga akan menjelaskan beberapa pelajaran berharga yang saya peroleh saat mengajar di SMK ini.


Guru dan Peralatan Perangnya :)

Kok Bisa Ngajar di Sekolah ini? Bagaimana Ceritanya?

Tahun ini menjadi titik balik dalam perjalanan akademik saya, di antara semester 6 dan semester 7 yang penuh tantangan. Skripsi, tugas akhir yang semakin dekat, menjadi fokus utama. Pada waktu itu, semester 6 hanya dapat dilakukan setengah semesternya secara tatap muka, sementara sisanya dilaksanakan secara daring. Di masa itu, saya mengambil mata kuliah Qualitative Research dalam bidang ELT, di mana saya diajarkan untuk merancang proposal penelitian kualitatif. Saya memutuskan untuk melanjutkan judul penelitian tersebut di semester 7, sebagai proposal penelitian saya. Saat itu, saya menyelesaikan semua tugas di rumah dan merasakan kebosanan yang tak tertahankan, jauh berbeda dari suasana kuliah tatap muka. Pertemuan dengan teman-teman juga semakin jarang, semuanya menjadi serba daring.


Keadaan ini menginspirasi saya untuk memanfaatkan masa kuliah daring dengan mengajar di salah satu sekolah yang masih melaksanakan pembelajaran tatap muka. Saya menyadari bahwa hidup di kampung memiliki perbedaan signifikan dengan kehidupan di kota. Saya menghubungi kepala sekolah SMK tempat di mana saya pernah belajar dan mendapat tanggapan bahwa posisi guru bahasa Inggris sudah terisi. Namun, beliau menawarkan kesempatan kepada saya untuk mengajar di sekolah lain yang berjarak sekitar 13 km dari rumah dan sekolah tersebut masih dalam tahap awal dengan sekitar 80 siswa dari kelas 10 hingga kelas 12. Tanpa ragu, saya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Saya mengunjungi sekolah tersebut dan menandatangani kontrak kerja dengan kepala sekolah, berkomitmen untuk mengajar selama 1 tahun ajaran atau dua semester di sekolah tersebut.


Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris

Kesan Pertama Kali Menjadi Guru Bahasa Inggris di Tingkat SMK

Pada awalnya, saya berpikir bahwa siswa-siswi di tingkat SMK akan lebih mengerti dan memiliki pemahaman yang baik tentang guru-gurunya, karena mereka sudah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Saya mengasumsikan bahwa mengajar di SMK akan lebih mudah. Namun, realita di lapangan sangat berbeda dan justru lebih menantang daripada mengajar di tingkat TK, SD, dan SMP. Mengapa saya berpendapat demikian? Jawabannya sebenarnya tergantung pada setiap guru, karena berdasarkan pengalaman pribadi saya mengajar di tingkat TK, SD, dan SMP, saya bisa mengekspresikan diri dengan bebas dan menghadirkan sisi kekanak-kanakan saya. Namun, di tingkat SMK, pola pendidikan sudah berbeda karena siswa-siswi di sini dituntut untuk lebih siap bekerja, mengingat mereka adalah lulusan SMK atau kejuruan. Meskipun beberapa dari mereka dapat melanjutkan ke perguruan tinggi jika mereka menginginkannya, seperti halnya saya yang juga berasal dari SMK, saya tetap memilih untuk melanjutkan pendidikan saya.


Di tingkat SMK, tugas yang diberikan mulai berbeda dibandingkan dengan tingkat sebelumnya. Di sinilah saya mulai memberikan mereka beberapa tugas, termasuk jurnal reflektif yang sangat penting untuk mengaktifkan kemampuan metakognisi mereka, sehingga mereka dapat mengevaluasi pembelajaran mereka secara lebih mendalam. Sebenarnya, saya tidak terlalu memperhatikan hasil akhir pembelajaran mereka, apakah mereka mencapai kemajuan yang signifikan dalam mata pelajaran yang saya ajarkan atau tidak. Yang terpenting di sini adalah, dengan sadar atau tidak, mereka telah mengaktifkan kemampuan metakognisi mereka. Jika kebiasaan ini diterapkan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, mereka akan terus melakukan perbaikan dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.


Saya selalu memegang teguh prinsip perencanaan, praktik, dan evaluasi. Prinsip-prinsip sederhana ini harus ditanamkan oleh pendidik, meskipun sering kali diabaikan oleh mereka yang hanya fokus pada praktik tanpa melakukan perbaikan atau menerapkan solusi yang tidak efektif, bahkan berisiko besar tanpa adanya perencanaan yang matang. Kemampuan ini mungkin tidak terlihat secara langsung, namun sangat penting sebagai bekal mereka saat memasuki dunia kerja. Seperti yang kita ketahui, dunia kerja penuh dengan tantangan, dan di sinilah prinsip-prinsip ini diharapkan dapat terus teraplikasikan oleh para peserta didik di tingkat SMK.


Pengarahan sebelum Pelaksanaan Ujian

Karakter yang Ditunjukkan saat Menjadi Guru SMK?

Pernahkah kita mempelajari konsep identitas? Ya, terdapat berbagai teori yang membahas tentang identitas, yang pada dasarnya menjelaskan bagaimana orang lain mengenal kita dan tergantung juga pada konteks tertentu. Sebelum saya memulai perjalanan sebagai seorang guru di SMK, tentu saja saya memikirkan bagaimana saya dapat membentuk identitas yang sebagai seorang pendidik di sekolah ini. Dalam kata lain, saya berusaha menciptakan kesan yang ingin saya tanamkan di benak para siswa saya. Setelah melalui pertimbangan yang matang, saya memilih untuk menjadi guru yang tegas, bukan galak. 😂 Alasan utama di balik keputusan ini adalah karena di tingkat SMK, siswa-siswi tidak lagi bermain-main seperti bermain perosotan atau petak umpet seperti masa kecil mereka. Saat ini, mereka perlu mengembangkan kemampuan berargumen, berpikir kritis, dan menawarkan solusi untuk memperbaiki lingkungan sekitar. Melalui pendekatan ini, mereka akan terbiasa menghadapi beragam pendapat di dunia kerja di masa depan, dan belajar untuk memiliki pikiran terbuka dalam menerima kritik yang membangun serta memperbaiki kesalahan jika perlu, atau mempertahankan idenya jika memang layak.


Ketika kita membicarakan kata "tegas," sering kali terlintas dalam pikiran kita adalah kemarahan. Memang ada hubungan antara keduanya, namun perlu diingat bahwa korelasi bukan berarti sebab-akibat yang pasti. Bagaimana dengan keadaan saya di dalam kelas? Saya mengajar dengan tetap mempertahankan gaya pengajaran saya yang menyenangkan, termasuk menggunakan humor dan tertawa bersama siswa-siswa. Namun, dalam kenyataannya, banyak dari mereka yang tidak melaksanakan tugas-tugas yang diberikan. Oleh karena itu, saya mencoba menerapkan sistem penilaian yang mencatat nilai mereka dalam file Excel dan membagikan hasilnya melalui grup kelas di WhatsApp. Apakah metode ini efektif? Tentu saja, dalam beberapa kasus, metode ini terbukti efektif. Namun, masih ada beberapa siswa yang tampaknya tidak peduli untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Ini membuat saya jengkel dan seringkali berdiskusi dengan guru-guru lainnya.


Kerkom X MM

Saya terus melakukan evaluasi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengubah pendekatan pembelajaran menjadi kerja kelompok. Menurut pandangan saya, kerja kelompok adalah bentuk kolaborasi yang sangat penting di era abad ke-21 ini. Ternyata, tugas-tugas yang dikerjakan dalam kerja kelompok yang diawasi oleh guru lebih sesuai bagi mereka, karena siswa-siswi menjadi lebih aktif dan terlibat sepenuhnya dalam kerja kelompok. Bagaimana mereka bisa menjadi aktif seperti itu? Saya melakukan kunjungan ke setiap kelompok dan memberikan arahan kepada mereka bahwa jika mereka menghadapi kesulitan, mereka tidak perlu sungkan untuk bertanya kepada saya. Saya juga membagi tugas-tugas di antara mereka, seperti menunjuk tugas menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, pembicara, orang yang mengajukan pertanyaan, dan memberikan jawaban. 


Ada satu faktor penting yang saya pertimbangkan dalam pembagian tugas ini pada waktu itu, yakni menyederhanakannya. Saya selalu mempertimbangkan bahwa di sekolah ini, siswa-siswi tidak hanya belajar bahasa Inggris, tetapi juga dihadapkan pada berbagai pelajaran lainnya, terutama pelajaran yang bersifat produktif. Saya merenungkan pengalaman pribadi saya ketika saya masih menjadi siswa SMK. Menguasai bahasa Inggris selama 2 atau 3 jam dalam seminggu tidak mungkin, karena mereka perlu memahami bahwa proses pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di rumah, sementara pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab sepenuhnya dari sekolah, tetapi dari keluarga juga. Selain itu, saya juga memperhatikan minat mereka yang beragam. Maka dari itu, saya lebih suka menerapkan pembelajaran kolaboratif daripada pembelajaran individu, karena keterampilan sosial ini sangat relevan dan dapat diterapkan di berbagai bidang, terutama ketika anak-anak saya tersebut sudah bekerja nanti di masa depan.


Diskusi tentang Hasil Ujian Siswa

Diskusi dengan Guru Lainnya

Di dunia sekolah, saya tidak hanya memperluas jaringan dengan para siswa, tetapi juga berinteraksi dengan rekan-rekan guru yang memiliki peran penting dalam perkembangan saya sebagai seorang pendidik, terutama ketika saya baru memulai karier sebagai guru di tingkat SMK. Ketika ada waktu luang, kami sering berkumpul dan melakukan diskusi mengenai siswa-siswa tertentu yang menghadapi tantangan atau masalah tertentu, serta berbagi pandangan tentang bagaimana menghadapinya. Diskusi ini tidak selalu berlangsung dalam rapat resmi dengan kepala sekolah, tetapi lebih dalam suasana obrolan santai di ruang guru. Dalam proses ini, saya telah mengambil beberapa pelajaran berharga. Sebagai contoh, ketika saya mengeluhkan tentang siswa-siswa yang memiliki masalah dan tidak mengerjakan tugas sama sekali, seorang guru mengungkapkan bahwa sebagai guru baru, kita sering kali memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap para siswa pada awalnya, dan kadang-kadang kita merasa kecewa saat melihat kenyataan di lapangan. Namun sebenarnya, hal ini bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan harus direfleksikan.


Sebagai seorang guru, saya perlu memandang hal ini sebagai sesuatu yang wajar dan tidak terlalu membebani diri dengan ekspektasi yang terlalu tinggi, terutama mengingat latar belakang dan kondisi siswa yang beragam, terutama mereka yang tinggal di daerah perkampungan. Hal ini terbukti ketika saya melakukan PLP di salah satu SMA di daerah perkotaan, di mana saya melihat siswa-siswa yang belajar secara daring jauh lebih aktif dan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik. Oleh karena itu, saya mulai menyederhanakan materi pembelajaran. Sebagai contoh, saya menjelaskan bahwa dalam bahasa Inggris, tidak perlu terlalu khawatir tentang rumus-rumus tenses, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat menyampaikan makna yang diinginkan kepada lawan bicara.


Acara Ngaliwet by Guru-guru :)


Dalam suatu kesempatan misalnya, saya memberikan contoh bahwa persyaratan untuk membuat kalimat dalam bahasa Inggris yang terpenting adalah adanya subjek (subject) dan kata kerja (verb), dan memberikan contoh kalimat "A cat speaks" (Seekor kucing berbicara). Mereka kebingungan apakah kucing benar-benar bisa berbicara, namun saya menjelaskan bahwa secara struktur kalimat tersebut benar, tetapi dari segi arti tidak dapat diterima karena kucing memang tidak dapat berbicara. Melalui penjelasan ini, saya berusaha untuk menjembatani bahwa memahami "arti/maksud" dalam komunikasi adalah yang paling utama, dan mereka tidak perlu takut untuk berbicara dengan orang lain dalam bahasa Inggris, apalagi khawatir tentang kesalahan tata bahasa. Inilah manfaat berdiskusi dengan guru-guru lainnya. Jika tidak berkomunikasi dengan teman-teman guru yang lainnya, saya mungkin saja akan terjebak dalam ke perfeksionisan saya dalam mengajar.


Berikut adalah beberapa sorotan dari pengalaman mengajar saya selama dua semester di SMK ini. Langkah ini merupakan langkah pertama saya dalam menjelma menjadi seorang pendidik di dunia sekolah. Sebelumnya, saya telah melibatkan diri dalam beberapa proyek pengajaran yang memiliki durasi yang relatif singkat, sekitar 4 bulan paling lama. Namun, di sini saya benar-benar mengalami pengalaman yang mendalam dalam menjadi seorang pendidik dan mengenal siswa-siswa lebih dekat selama satu tahun ajaran ini. Tentu saja, pelajaran berharga pun melimpah ruah. Dalam bawah ini, saya akan menjelaskan beberapa hikmah yang telah saya peroleh dari perjalanan saya selama setahun di sekolah ini.


Pagi Hari di Kelas X Multimedia

1. Pendidikan di Perkampungan dengan Kerumitan Khasnya

Salah satu pelajaran berharga yang saya peroleh selama mengajar di sana adalah pemahaman tentang tantangan unik dalam pendidikan di daerah perkampungan. Salah satu tantangan yang saya temui adalah adanya siswa-siswa berkebutuhan khusus yang ditempatkan di sekolah reguler, padahal seharusnya mereka masuk ke sekolah khusus yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Saya tidak bermaksud mendiskriminasi mereka, melainkan menyadari bahwa mereka membutuhkan pendidik dengan keahlian khusus dan profesionalisme yang sesuai. Tidak boleh sembarangan memberikan materi kepada mereka, karena risikonya adalah mereka hanya memiliki pengetahuan yang terbatas atau bahkan tidak memahami apa yang telah diajarkan sama sekali. Tantangan ini menjadi semakin kompleks di daerah perkampungan, di mana faktor-faktor seperti keterbatasan finansial, jarak sekolah, dan latar belakang keluarga turut berperan. Namun, menghadapi kenyataan ini, saya menyadari bahwa masih banyak tugas yang harus diperbaiki dalam dunia pendidikan, terutama untuk mereka yang tinggal di daerah perkampungan. Meskipun demikian, hal yang patut disyukuri adalah bahwa mereka masih memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan dapat saling bertemu di lingkungan sekolah, sehingga mereka dapat memperluas jaringan mereka ketika nanti telah lulus.


Usai Kegiatan Penilaian Prestasi Kinerja Kepala Sekolah (PPKKS)

2. Pendidikan Sebagian Besar Porsinya Justru dari Keluarga

Selanjutnya, ada beberapa anak pada saat itu yang memerlukan perbaikan perilaku yang signifikan. Saya sangat prihatin dan pada suatu waktu menjadi kesal sehingga saya mengeluarkan salah satu siswa dari kelas. Lebih parahnya lagi, ketika saya mengeluarkannya, dia malah pergi membeli makanan di kantin tanpa merasa bersalah. Melihat hal ini, saya memutuskan untuk berdiskusi dengan rekan guru lainnya dan ternyata mereka juga memiliki reaksi yang sama terhadap siswa tersebut.


Singkat cerita, saya memanggil siswa-siswi dari kelas tersebut dan mengobrol dengan mereka satu per satu di ruang guru. Apa yang saya temukan dari cerita mereka? Sebagian besar dari mereka adalah ada yang yatim atau piatu, ada pula yang tinggal bersama nenek mereka, dan ada juga masalah latar belakang keluarga lainnya. Sungguh, saya merasa terpukul mendengar informasi ini, karena keluarga benar-benar memainkan peran penting dalam pendidikan mereka. Saya sendiri pernah mengalami masalah dalam keluarga yang sangat mempengaruhi kesejahteraan mental kita. Di sinilah saya mulai berbagi cerita dengan mereka, bahwa saya juga pernah berada dalam posisi mereka dan telah kehilangan salah satu orang tua. Saya bercerita tentang bagaimana saya berhasil menghadapi situasi tersebut.


Salah Satu Grup Kerkom XII OTKP

Bahkan ada seorang anak perempuan yang sampai menangis di hadapan saya, karena dia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan ingin menjadi seorang Hafizah di sebuah pesantren, tetapi dia tidak mendapatkan izin dari orang tuanya karena jarak pesantren yang terlalu jauh, dan dia merupakan anak tunggal. Mendengar hal ini, saya menyadari bahwa situasinya sangat sulit, karena izin dari orang tua adalah hal utama, terlebih lagi dia adalah satu-satunya anak di keluarganya. Saya menyarankan agar dia berkomunikasi dengan baik kepada orang tuanya, insya Allah mereka akan memahami bahwa ini adalah untuk kebaikan anaknya. Hal ini memang di luar kendali sekolah, namun saya mulai menyadari betapa pentingnya komunikasi antara orang tua dan sekolah.


Ini berarti, sebagai orang tua, memberikan semua tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Kita harus ingat bahwa keluarga adalah pendidikan pertama bagi mereka. Di sinilah parenting education memegang peranan penting. Orang tua juga membutuhkan bimbingan dan keterlibatan dalam dunia pendidikan agar mereka dapat mendidik anak-anak mereka dengan baik dan maksimal.


Ketika Ujian Sedang Berlangsung

3. Menjadi Pemimpin, Menjadi Contoh Bagi Anak-anak

Dahulu, sebelum saya resmi menjadi seorang guru di sekolah, saya memiliki pandangan yang terbatas tentang peran seorang guru, yaitu mengajar materi dan membentuk karakter anak-anak. Namun, fakta di lapangan telah mengajarkan saya sebuah pelajaran berharga bahwa menjadi seorang guru sebenarnya berarti menjadi seorang pemimpin dan menjadi teladan bagi mereka. Di sinilah saya merasa malu dengan diri sendiri, karena saya menyadari masih banyak hal yang perlu saya perbaiki.


Salah satu contohnya adalah ketika saya pertama kali menjadi imam dalam salat untuk para siswa. Pada masa lalu, saya pernah mengalami krisis keagamaan dan kurang memperhatikan agama saya sendiri. Mungkin dalam kesempatan berikutnya, saya akan berbagi perjalanan saya dalam mencari kembali apa yang telah hilang pada diri saya saat itu. Menjadi imam dalam salat mungkin terlihat sepele bagi mereka yang sudah terbiasa, namun bagi saya yang masih baru, ini merupakan tantangan besar. Melalui pengalaman ini, saya mulai menyadari bahwa menjadi seorang guru sesungguhnya sangat menantang, karena tuntutan untuk menjadi contoh yang baik begitu besar.


Saya juga menyadari bahwa sebagai manusia, saya tidak luput dari kesalahan, seperti halnya Nabi Adam di masa lalu. Namun, tugas kita adalah untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Inilah yang semakin memperkuat cinta saya terhadap dunia pendidikan, karena di sini saya tidak hanya mengajar, tetapi juga belajar untuk memperbaiki diri sendiri.


Anak-anakki Kelas XI OTKP

4. Karena Saya Peduli dengan Masa Depannya

Tentunya, saya telah mengalami beragam emosi dari senang sampai sedih. Namun, tak peduli emosi apa pun yang datang, saya melihatnya sebagai bumbu cerita dalam kehidupan ini. Tugas saya adalah merespon emosi dengan bijaksana.


Saya harus mengakui bahwa ada saat-saat saya menegur anak-anak dengan keras hingga merasa marah dan mengusir mereka dari kelas. Namun, setelah melakukan introspeksi, rasa sedih menyelimuti hati saya saat berdiskusi dengan guru lain dan menyadari bahwa mereka memiliki latar belakang yang mirip dengan masa lalu saya. Namun, di sisi lain, saya juga memberikan penghargaan kepada mereka atas prestasi akademik yang baik dan hal-hal positif lainnya. Semua tindakan tersebut bukanlah karena kebencian, melainkan karena saya sangat menyayangi mereka dan sungguh peduli dengan masa depan mereka, terutama dalam konteks pendidikan SMK yang berfokus pada persiapan kerja.


Kerkom X OTKP

Seperti yang kita semua ketahui, dunia kerja sangatlah kompetitif dan penuh dengan tantangan yang kompleks. Di sinilah peran saya sebagai seorang guru terletak, yaitu untuk mempersiapkan mereka secara mental dalam menghadapi tantangan tersebut di masa depan. Saya mendo'akan agar mereka menjadi anak-anak yang saleh dan salehah, serta menjadi kebanggaan bagi orang tua mereka. Amin ya rabb...


Itulah cerita tentang pengalaman pertama saya sebagai seorang guru di SMK. Saya berharap melalui cerita ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga. Sampai saat ini, saya terus belajar dan berupaya untuk menjadi pendidik yang lebih baik. Saya bertekad kuat untuk tidak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan, karena saya menyadari bahwa pendidikan adalah landasan utama bagi pertumbuhan mereka dan merupakan harapan bagi generasi bangsa ini.


Tetap semangat dan sampai jumpa dalam postingan berikutnya! Salam Pendidikan! ✊

No comments:

Post a Comment

Pages