"Salah Jurusan, Gimana Nih?" Sepenggal Cerita Hidupku

 

Pendidikan sungguh merupakan salah satu upaya, yang tak hanya berguna untuk kelangsungan hidup material di dunia ini saja, tetapi juga sebagai perwujudan usaha untuk mengoptimalkan kapasitas berpikir kita. Pada masa kecil dan remaja, saya terlibat dalam lingkaran akademis sebagai seorang pelajar yang semula hanya mengikuti alur tanpa benar-benar memahami esensinya. Namun, saat akhirnya pintu perguruan tinggi terbuka, pandangan terhadap pendidikan pun berubah menjadi lebih dalam dan berbeda dari sebelumnya.


Saya bisa dengan yakin mengatakan bahwa transisi ke perguruan tinggi tidak membawa hambatan dalam memilih jurusan. Pengambilan keputusan tersebut saya pertimbangkan secara cermat sebelumnya. Tetapi muncul pertanyaan, bagaimana sebenarnya cara terbaik untuk mengambil keputusan dalam memilih jurusan? Apa kriteria yang dijadikan pegangan? Nah, dalam tulisan ini, akan saya paparkan pengalaman pribadi saya ketika melangkah dari dunia Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), di mana saat itu saya merasa telah salah dalam pemilihan jurusan. Lewat pengalaman itu, saya menggali begitu banyak pelajaran berharga yang ingin saya bagikan, dan beberapa di antaranya akan saya uraikan lebih lanjut di bagian refleksinya.


Keluguanku terhadap Dunia Nyata

Saat menginjak bangku SMK, momen ini menjadi titik kebahagiaan bagi saya. Namun, seiringan dengan itu, kebingungan juga mulai menyelimuti pikiran saya karena waktu berjalan begitu cepat. Saya masih ingat dengan jelas ketika baru saja memasukki bangku SMP, dan sekarang saya harus membuat keputusan spesifik mengenai jurusan yang akan saya ambil. Saya berdiskusi dengan orang tua bahwa pada awalnya, saya berkeinginan untuk masuk ke SMA, dengan pertimbangan bahwa SMA lebih berfokus pada ranah akademik tanpa beban besar terkait karier karena saya kurang siap jika masuk ke SMK.


Waktu terus berjalan, tahun ajaran baru semakin mendekat, sementara saya masih merasa ragu mengenai keputusan yang harus saya buat. Akhirnya, setelah melalui pertimbangan matang yang melibatkan faktor-faktor seperti ketersediaan kendaraan, jarak yang cukup jauh, dan kondisi keuangan yang tidak begitu mendukung pada saat itu, saya memutuskan untuk melanjutkan ke sekolah menengah kejuruan. Meskipun di dalam hati saya, masih terasa bahwa saya belum sepenuhnya siap menghadapi keputusan ini, tetapi yang memberi saya kekuatan pada saat itu adalah pemahaman bahwa masih ada jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah menyelesaikan 3 tahun di SMK.


Maka dari itu, saya menjadikan masa 3 tahun di SMK ini sebagai batu loncatan. Meskipun berbagai drama kehidupan terjadi, saya menerimanya dengan tulus. Dengan ikhlas, pada saat itu, serta kesadaran diri juga bahwa situasi ini adalah satu-satunya peluang yang ada, saya siap mengalami berbagai emosi yang menghantui pikiran saya pada waktu itu.


Seperti Dugaan, Tidak Sesuai yang Diharapkan

Seiring berlalunya waktu, perlahan namun pasti saya mulai menerima kenyataan bahwa saya terjebak dalam jurusan yang tidak sepenuhnya menggugah minat saya. Namun, tekad saya tetap kuat untuk mengembangkan pemahaman dalam bidang ini. Terungkaplah fakta bahwa ada beberapa mata pelajaran produktif yang lumayan menarik pada masa itu: dasar-dasar pemrograman HTML dan CSS, serta seni mengolah gambar melalui perangkat Photoshop. Meskipun tidak ahli dalam keduanya, setidaknya inilah yang saya nikmati sejak awal memasuki jurusan ini.


Singkatnya, ketertarikan saya terhadap pemrograman dasar HTML dan CSS terus tumbuh karena saya juga sudah memiliki blog, saya belajar blogging secara mandiri dan sedikit mengerti tentang HTML dan CSS. Selain itu, saya juga menikmati photo editing di Photoshop, saya menyukainya hanya sebagai pengisi waktu luang. Alasan utama saya menyukai photo editing karena saya sangat gemar mengedit wajah sendiri, dan bahkan mengubah latar belakang gambar. Terlebih lagi, saya sungguh terobsesi dengan kota London, mungkin karena keliling dunia adalah impian besar saya saat itu.


Buta Warna Memperburuk Keadaan Mental

Tak terasa, sudah satu tahun berlalu. Pada mulanya, saya merasa bahwa keadaan tidak berubah secara signifikan, hingga suatu momen tiba di mana saya dihadapkan pada kenyataan bahwa saya mengidap buta warna. Momen ini terjadi saat guru saya mengadakan tes buta warna di kelas. Pada awalnya, saya ragu-ragu dan mungkin berpikir bahwa saya hanya kurang mengenal nama-nama warna, namun melihat beberapa warna yang seharusnya terlihat polanya dengan jelas justru menjadi pemandangan yang membingungkan dan tidak memungkinkan saya untuk melihat pola dalam tes Ishihara tersebut karena beberapa warna yang mirip dari penglihatan saya sendiri.


Usai tes tersebut, pikiran saya mulai melayang dengan pertanyaan bagaimana menghadapi masa depan. Saat itu, saya merasa terhambat oleh buta warna dan ditambah dengan pilihan jurusan yang sangat membutuhkan pemahaman tentang warna. Momen inilah yang menjadi salah satu bab yang paling menyedihkan dalam buku kehidupan saya. Namun, pada saat bersamaan, saya merasa Allah memberi tantangan ini untuk membuka mata hati saya terhadap jalan yang akan datang. Saya mulai merancang rencana-rencana baru dengan lebih hati-hati.


Selama tiga tahun di SMK, tentunya saya mendapatkan beberapa ilmu dari jurusan multimedia, meskipun belum terlalu mendalam. Setidaknya, ilmu ini bisa saya gunakan di masa depan nanti jika ada pekerjaan memerlukan kemampuan ini.


Warnet dan Segudang Manfaatnya

Pada masa itu, warung internet, atau yang lebih dikenal sebagai warnet, menjadi tempat di mana saya menghabiskan waktu pada hari libur, khususnya hari Minggu. Saya pertama kali berkenalan dengan internet saat saya masih duduk di kelas 7 SMP, dan kemudian semakin akrab dengan komputer di warnet saat saya naik ke kelas 8 SMP. Saat itu, kegembiraan benar-benar mengalir, mengingat minat saya sejak SD terhadap dinosaurus. Dulu, saya selalu membaca buku tentang dinosaurus yang terbatas di perpustakaan. Setelah mendapatkan handphone di SMP, saya mulai lebih leluasa mengeksplorasi artikel-artikel tentang dinosaurus, terutama di Wikipedia.


Suatu saat, saya dan teman-teman berjalan kaki cukup jauh menuju warnet. Meski jaraknya jauh, rasa penasaran membawa kami untuk pertama kalinya merasakan suasana warnet. Di sana, daya tarik warnet semakin terasa karena harganya terjangkau dan layarnya lebih lebar daripada handphone. Beberapa aktivitas yang saya lakukan di warnet termasuk mengunduh musik dan film, serta membaca manga, terutama One Piece yang hingga kini masih menjadi satu-satunya yang masih diikuti. Singkatnya, saat saya berada di kelas 11 SMK dan mengetahui saya mengidap buta warna, saya mulai merenungkan rencana cadangan untuk karier yang tidak terlalu bergantung pada pengenalan warna.


Akhirnya, pemikiran itu membawa saya untuk memprioritaskan pembelajaran bahasa Inggris. Saya memutuskan untuk mengambil langkah pertama dengan mengambil kursus selama 4 bulan, meski dengan biaya 100.000 rupiah per bulan. Hasilnya cukup memuaskan, namun kenyataannya, saya masih belum bisa berbicara lancar. Itulah saat saya menyadari bahwa warnet, yang selalu ada di depan saya, menyimpan potensi besar untuk belajar bahasa Inggris lebih mendalam. Singkat kata, saya mulai mengasah kemampuan bahasa Inggris saya dari berbagai aspek seperti mendengar, berbicara, membaca, hingga menulis, semua diakses melalui internet. Semua yang saya butuhkan, ada di sana.


Laptop, Impian yang Tidak Kunjung Tercapai

Sejak duduk di bangku SMP hingga menginjak SMK dengan jurusan multimedia, teknologi telah menjadi ketertarikan saya. Seiring berjalannya waktu, saya sadar bahwa memiliki sebuah laptop adalah sokongan utama dalam perjalanan belajar saya pada saat itu. Meskipun komputer sekolah bisa saya gunakan, tetapi keterbatasan akses dan kebebasan yang kurang menjadikan laptop pribadi menjadi lebih nyaman dan leluasa.


Pada waktu itu, saya mulai berbicara kepada orang tua mengenai kebutuhan akan alat elektronik ini, karena yakin bahwa hal tersebut akan menjadi pendukung saya ketika belajar di SMK. Respon mereka? "Iya Yad, sabar saja sampai akhir tahun, semoga nanti ada bisa terbelikan." Dari kata-kata tersebut, saya paham bahwa situasi keuangan belum memungkinkan untuk segera membeli laptop.


Tidak terasa, saya sudah berada di kelas 11 SMK, kemudian saya sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama di akhir tahun pelajaran, tetapi jawabannya tetaplah tidak berubah. Sama halnya saat menginjak kelas 12 SMK, saya tetap menjelaskan betapa pentingnya alat elektronik ini dalam mendukung pembelajaran saya. Meski begitu, respons orang tua tetap tidak berubah.


Akhirnya, menjelang akhir tahun pelajaran kelas 12 dan momen kelulusan semakin dekat, akhirnya orang tua memberikan saya sebuah laptop. Saya masih ingat dengan jelas bahwa laptop tersebut adalah barang bekas yang dalam beberapa bulan memerlukan biaya tambahan untuk memperbaiki layarnya. Di tahun akhir di SMK, akhirnya saya memiliki alat yang diidamkan, meskipun hampir bersamaan dengan momen kelulusan.


Rasa kekecewaan tentunya ada karena saya berpikir jika saja kesempatan menggunakan laptop ini ada saat saya duduk di kelas 10 SMK, pengetahuan yang saya dapatkan mungkin bisa berlipat-lipat. Namun, dalam titik yang sama, rasa syukur saya rasakan juga, mengingat alat ini adalah sebuah bentuk perjuangan dan juga pengorbanan yang tak terelakkan dari orang tua saya. Di sinilah momen penting ketika alat tersebut menjadi milik saya. Saya dengan tekad bulat berjanji pada diri sendiri untuk meraih potensi penuh dengan bantuan alat yang kini ada di tangan saya.


Dari rangkaian cerita di atas, terlihat bahwa saya sedang menceritakan bagaimana situasi yang kurang baik terjadi pada diri saya, yaitu dalam pemilihan jurusan yang tidak tepat. Namun, tentu saja, ada beberapa pelajaran berharga yang saya peroleh, terutama pelajaran-pelajaran berikut ini.


1. Sebenarnya Tepat, Allah Tidak Pernah Salah

Pelajaran pertama yang saya rasakan adalah ketika berada di masa kuliah dan bahkan di dunia kerja. Bagaimana ini terjadi? Semua pengetahuan yang didapatkan di bangku SMK akhirnya saya gunakan di fase kuliah dan pekerjaan ini. Ketika merenung sendiri, saya benar-benar sadar bahwa betapapun berat ujian yang Allah berikan, itu tak lain adalah sebagian dari sketsa terbaik yang Dia siapkan untuk kita. Keyakinan ini semakin menguatkan langkah saya ketika berada di dunia perkuliahan dan pekerjaan, dan mengisyaratkan bahwa bagaimana kita saat ini adalah jejak perjalanan masa lalu dengan segala pelajarannya.


Sejujurnya, label "salah jurusan" adalah satu lembar dari buku kisah hidup kita. Namun, kita tetap tak akan pernah kehilangan hak untuk memilih jalan yang mana. Akankah kita berpaling dari jurusan yang salah, beralih ke sekolah baru, atau tetap semangat melangkah maju? Setiap pribadi mempunyai keputusannya masing-masing dengan akibatnya juga. Tetapi, satu hal yang harus diingat adalah segala kerumitan apapun, tekad untuk melangkah maju adalah kunci penting untuk menuju tujuan, khususnya dalam hal karier. Kita tidak boleh terlalu terbelenggu oleh penyesalan dalam kesalahan pemilihan jurusan, hingga menyebabkan penyakit mental, dan bahkan menutup pintu terhadap kesempatan di depan mata kita. Itulah benih kegagalan sesungguhnya, yakni jika kita menyerah, benar-benar berhenti dan tidak mau berusaha lagi. Andaikan saja, pada waktu itu saya tak bergerak dan diam saja di dalam kamar dan tidak melakukan apapun. Mungkin saja saya tidak akan dapat kuliah dan berpergian keluar negeri yang mana dulu ini adalah impian-impian saya.


2. Multidisipliner Penting di Zaman Sekarang

Selanjutnya, salah satu pelajaran yang tak kalah penting dari momen ini adalah kesadaran saya terhadap kebutuhan zaman sekarang. Tentu saja, fokus tetap menjadi hal penting di era sekarang ini, tetapi bukan berarti kita harus mengabaikan kemampuan lain. Sebagai contoh, bayangkan sebuah perusahaan yang hendak merekrut kandidat A dan kandidat B, keduanya memiliki kemampuan yang setara, tetapi si B memiliki keahlian tambahan dalam mengelola website karena pengalamannya sebagai pengembang web di perusahaan sebelumnya. Dengan jelas, peluang si B untuk direkrut jadi lebih besar. Perlu diingat, ini hanyalah usaha untuk meningkatkan peluang, bukan jaminan pasti diterima.


Tak hanya itu, bila kita memiliki bisnis sendiri, memiliki beragam kemampuan akan sangat berarti terutama saat memulainya dari awal dan belum memiliki karyawan. Oleh karena itu, mari buka pikiran kita terhadap ranah-ranah lain yang relevan dan dibutuhkan dalam karier yang kita tuju. Contoh lainnya, bayangkan Si A ingin menjadi seorang dosen bahasa Inggris. Meskipun keahlian pendidikan dan bahasa Inggris sudah cukup, memiliki kemampuan tambahan seperti literasi teknologi akan sangat mendukung proses belajar mahasiswa di kelas serta mendukung perannya sebagai dosen. Inilah mengapa prinsip pembelajaran sepanjang hayat menjadi begitu penting.


Dengan kata lain, pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa di era ini, menggabungkan berbagai kemampuan adalah kuncinya. Fokus adalah fondasinya, tetapi memahami serta menguasai hal-hal di luar fokus kita juga sangat berharga.


3. Maklum, Proses Pendewasaan

Salah satu pelajaran besar yang saya peroleh adalah bahwa di sinilah saya benar-benar merasakan proses menuju kedewasaan. Saya bisa merasakan bagaimana perjalanan dari bangku SD, melalui SMP, hingga akhirnya memasuki SMK. Pada setiap tahap tersebut, saya dengan cermat mengamati adanya perbedaan, dan satu hal yang muncul adalah pemahaman bahwa proses menuju kedewasaan melibatkan tidak hanya perkembangan fisik, melainkan juga perkembangan pikiran. Dalam perjalanan ini, saya menghadapi berbagai ketidaknyamanan, dari masa kanak-kanak hingga tiba pada fase remaja di SMK. Semakin mendekati akhir tahun ajaran, perasaan ketidaknyamanan semakin memuncak. Ketika saya mencapai bangku perkuliahan, ternyata perasaan itu merupakan refleksi transisi dari fase remaja ke fase dewasa.


Kesalahan dalam memilih jurusan menjadi pelajaran berharga. Ketika saya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ketidakpastian dalam memilih jurusan tidak lagi menjadi beban berat, karena saya telah memahami bahwa yang sebenarnya terjadi adalah tidak ada "salah" atau "benar" dalam memilih jurusan. Tugas kita adalah memilih dan siap menghadapi konsekuensinya. Jika diamati, proses pergeseran pikiran menuju kedewasaan ini semakin jelas terasa, terutama ketika saya dihadapkan pada kenyataan bahwa saya memiliki kekurangan buta warna. Kondisi ini menjadi pemicu untuk berhati-hati dan merencanakan perbaikan yang dapat dilakukan pada saat itu.


Bisa dikatakan, informasi tentang buta warna ini adalah ujian dari Allah, tetapi di sisi lain, juga merupakan hadiah. Tanpa pengetahuan tentang kondisi tersebut, mungkin saya tidak akan melakukan perubahan signifikan waktu itu, atau bahkan enggan untuk melibatkan diri dalam membaca buku-buku yang berkaitan dengan pengembangan diri. Di sinilah, secara tidak langsung, saya mengambil tanggung jawab untuk mengedukasi diri sendiri. Kesadaran akan kekurangan besar ini mendorong saya untuk menghadapinya dan berusaha melakukan perbaikan yang diperlukan.


4. Berprinsip dan Tetap Melangkah Maju

Terakhir, prinsip hidup menjadi dasar segala hal. Mengapa begitu? Saya perlu mengatakan bahwa momen seperti ini bukanlah hanya dialami oleh saya sendiri, tetapi bahkan orang lain pun mengalami situasi yang lebih sulit dari yang saya hadapi jika saya harus membandingkannya. Namun, bila kita mengamatinya dengan lebih mendalam, timbul pertanyaan tentang definisi baik dan buruk. Apakah suatu kondisi dianggap buruk karena kelimpahan harta atau baik karena kekurangan harta? Saya melihat beberapa orang yang memiliki keadaan finansial yang sangat mapan, namun hidup dalam ketidakpuasan. Sementara itu, ada pula orang-orang dengan keterbatasan finansial yang hidup dengan kedamaian. Mengapa demikian? Ternyata jawabannya terletak pada fakta bahwa orang yang kurang secara finansial belum tentu menyerah pada keinginan menjadi mapan. Mereka mungkin mengidamkan kesejahteraan, namun mereka tidak menyerah begitu saja. Mereka terus maju, walau langkahnya mungkin lambat. Mereka meyakini bahwa suatu saat nanti, mereka akan mencapai puncak yang diinginkan. Jiwa mereka hidup dan semangat. Mereka tahu akan pergi ke mana. Dari situ, saya menyadari bahwa dalam dua kondisi tersebut, ujian ada di dalamnya, dan bagaimana kita meresponnya merupakan hal yang menentukannya.


Inti dari hal ini adalah bahwa prinsip hidup, atau lebih spesifiknya, pola pikir kita, adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan sepenuhnya. Bisa kita kendalikan cuaca? Bisa kita kendalikan kesehatan? Dan lebih jelasnya, apakah kita bisa mengendalikan kematian? Jawabannya tentu tidak. Yang dapat kita lakukan adalah berusaha. Upaya ini pertama-tama dimulai dari pola pikir kita. Adakah dalam benak kita tekad untuk bergerak maju dan melakukan perubahan? Ataukah kita hanya tinggal diam tanpa bertindak? Memilih atau tidak memilih memiliki konsekuensinya masing-masing, dan bahkan saat kita berada dalam kebimbangan untuk memilih, itu pun merupakan bentuk keputusan dengan konsekuensi yang mengiringinya.


Itulah postingan kali ini, semoga membantu bagi beberapa dari kalian yang sedang bingung dan merasa salah jurusan, baik itu di bangku SMK ataupun di bangku perkuliahan. Tetap semangat dan terus melangkah maju. Sampai jumpa di postingan selanjutnya. 😇

No comments:

Post a Comment

Pages